KUALA LUMPUR – Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, kolaborasi global maupun regional menjadi keniscayaan dalam mengatasi tantangan di sektor pangan, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
“Negara-negara di kawasan Asia Tenggara menghadapi tantangan yang sama dalam hal ketahanan pangan, dari dampak perubahan iklim hingga tekanan pasar internasional. Untuk itu, kita tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi regional, berbagi pengetahuan, teknologi, dan sumber daya, adalah kunci untuk memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan," ujar Arief saat menjadi pembicara dalam seminar `Internasional Food Security in Indonesia and Malaysia` yang dilaksanakan oleh Alumni Universiti Putra Malaysia (UPM) pada Jumat (11/10/2024) di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia.
Dalam kesempatan tersebut, Arief menyampaikan komitmen Indonesia untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Malaysia, terutama dalam aspek memperkuat perdagangan komoditas pangan serta membangun mekanisme yang lebih efisien dalam mendukung rantai pasok pangan regional.
“Kami berharap ke depan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Malaysia semakin berkembang dan saling menguntungkan, terutama di sektor pangan, dapat terus terjalin. Melalui peningkatan volume perdagangan komoditas seperti beras, bawang merah, dan produk pangan lainnya, kita dapat saling melengkapi kebutuhan pangan dalam kawasan,” tambahnya.
Arief juga mengatakan, peran para alumni UPM, khususnya Warga Negara Indonesia, sangat penting dalam mendorong terbangunnya kerja sama antardua negara serumpun.
Selaras dengan itu, Guru Besar UPM Normaz Wana Binti Ismail mengakui dinamika global seperti perang di Ukraina, perubahan iklim, dan El Nino harus diwaspadai kaitannya dengan stabilitas pangan di Malaysia. Semangat kolaborasi dalam menciptakan ketahanan pangan di setiap negara harus terbangun.
Ia juga menekankan pada peningkatan produksi pangan dalam negeri dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi. Menurutnya, penerapan smart farming dapat memberikan solusi terhadap peningkatan produksi di tengah tantangan ketersediaan lahan dan peningkatan populasi.
Sementara itu, General Manager National Farmers Organization (NAFAS), sebuah badan usaha berbentuk koperasi yang bergerak di sektor pertanian di Malaysia, Encik Muhammad Faris mengungkapkan Malaysia mengimpor berbagai komoditas pangan dengan nilai total mencapai angka 78,7 miliar ringgit. Sementara nilai ekspor di sektor pangan sekitar 46,4 miliar ringgit. Untuk itu, pihaknya terbuka untuk membangun kerja sama dan kemitraan strategis dengan tujuan bersama mewujudkan perdagangan di sektor pangan yang saling menguntungkan.
Lebih lanjut, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi berpandangan, ekspor dan impor pangan merupakan sesuatu yang biasa dalam perdagangan pangan. Indonesia mengimpor beberapa komoditas pangan dan pada saat yang sama juga mengekspor komoditas pangan yang memang berlebih dan menjadi produk unggulan di beberapa negara.
Khusus untuk 12 pangan pokok strategis yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 tahun 2022 tentang Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah, basisnya pada perhitungan neraca pangan nasional yang dilakukan oleh NFA bersama kementerian/lembaga terkait.
"Jadi produk pangan pokok strategis itu kita hitung berapa ketersediaan dan kebutuhannya. Setelah itu, kita petakan mana yang sufficient dan mana yang tidak sufficient, sehingga manakala keputusan impor dilakukan, itu telah berdasarkan perhitungan yang terukur dan tetap memperhatikan kesejahteraan petani sebagai produsen pangan," ujar Arief.
"Ini selaras dengan visi swasembada pangan Bapak Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Beliau menggagas dalam 4 tahun sejak menerima mandat pada 20 Oktober nanti, Indonesia akan swasembada pangan kembali seperti dahulu. Artinya jika konsumsi pangan dalam negeri telah mampu dipasok dari produksi domestik, namun masih ada stok lebih, kita bisa lakukan ekspor," pungkasnya.