Jakarta, Jurnas.com - Kejaksaan Agung lebih unggul dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut kasus dugaan korupsi terkait kerugian negara dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) selama tahun 2023.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat Korps Adhyaksa telah menangani 789 terdakwa yang beririsan dengan kerugian negara, sementara KPK hanya menangani 13 terdakwa.
“Penuntut umum mana yang paling sering mengusut perkara dengan konteks kerugian keuangan negara? Ternyata kejaksaan jauh mengungguli KPK dalam mengusut perkara korupsi kerugian keuangan negara,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta Pusat, Senin 14 Oktober 2024.
Dia mengatakan KPK terpusat pada penanganan kasus suap. Padahal, menurut Kurnia, KPK bisa mengoptimalkan pengusutan melalui pembangunan kasus atau case building.
Kurnia menilai, penanganan kasus suap cenderung lebih mudah dibandingkan kasus yang bersinggungan dengan kerugian negara.
Untuk itu, Kurnia mendorong KPK agar lebih banyak mengusut perkara-perkara dengan konteks kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
“Kalau suap tidak ada kerugian keuangan negaranya. Namun, bukan berarti suap itu ditinggalkan tapi ditingkatkan penanganan perkara korupsi kerugian keuangan negara,” ungkap Kurnia.
Selain itu, kejaksaan juga mengungguli KPK dalam penanganan kasus pencucian uang. KPK hanya memproses hukum lima terdakwa.
“Kejaksaan jauh mendominasi pengusutan perkara dengan pencucian uang ketimbang KPK,” kata Kurnia.
Ia menambahkan jumlah terdakwa yang dikenakan Pasal pencucian uang pada tahun ini menurun dibandingkan tahun 2022. Pada tahun ini setidaknya ada 17 terdakwa pencucian uang, sedangkan tahun lalu hanya 28 terdakwa.
“Dakwaan pencucian uang di sini jumlahnya tahun 2023 itu 17 sedangkan tahun 2022 itu mencapai angka 28. Apakah 28 itu prestasi? Tentu tidak. Itu masih sedikit juga,” ucap Kurnia.
“Delik pencucian uang itu ada dua, ada aktif, ada pasif. Tidak mungkin ada aktif tapi tidak ada pasifnya, tapi ternyata pengusutan dengan delik Pasal 5 Undang-undang Pencucian Uang itu masih sangat minim digunakan oleh penuntut umum KPK maupun kejaksaan,” sambungnya.