Alternatif Pangan Pokok, Perlu Kampanye Sorgum Secara Luas

| Kamis, 17/10/2024 09:48 WIB
Alternatif Pangan Pokok, Perlu Kampanye Sorgum Secara Luas Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi dalam diskusi bertajuk pembicara kunci dalam diskusi bertajuk Sorgum: Sumber Pertumbuhan Baru Untuk Ketahanan Pangan yang diadakan Wanita Tani HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) di Jakarta, Rabu (16/10/2024).(foto:NFA)

JAKARTA – Kepala Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menekankan, pentingnya kampanye sorgum kepada masyarakat luas. Hal ini karena potensi sorgum sebagai pangan pokok alternatif.

Arief menyampaikan itu saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi bertajuk "Sorgum: Sumber Pertumbuhan Baru Untuk Ketahanan Pangan" yang diadakan Wanita Tani HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) di Jakarta, Rabu (16/10/2024).Diskusi ini digelar untuk memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS), yang diperingati setiap tanggal 16 Oktober.

“Tema HPS tahun ini, hak atas pangan untuk kehidupan dan masa depan yang lebih baik. Bagi Indonesia ini sangat relevan. Jumlah penduduk kita saat ini sudah 280 juta, terdiri dari 17 ribu pulau yang setiap daerah punya karakteristik climate yang berbeda-beda, sehingga kita punya kompleksitas yang luar biasa,” ujar Arief.

Beruntungnya, kompleksitas persoalan pangan di Indonesia ternyata diimbangi dengan komoditas yang melimpah.

“Jangan lupa biodiversity Indonesia itu terbesar kedua di dunia, sehingga sebenarnya kesempatan kita untuk meningkatkan ketahanan pangan itu terbuka lebar, termasuk sorgum untuk sumber karbohidrat selain beras. Di Indonesia Timur itu sangat memungkinkan ditanami sorgum secara luas. Ini karena sorgum tidak perlu banyak air seperti halnya padi. Jadinya sumber karbohidrat masyarakat bisa pula dari sorgum,” tambahnya.

Terkait biodiversitas yang dimiliki Indonesia, menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indonesia adalah negara dengan kekayaan biodiversitas tertinggi kedua di dunia dan bisa dikatakan sebagai negara megabiodiversitas. Di 2022, Indonesia memiliki skor 0,614 dan Brasil menempati tertinggi pertama dengan skor 0,772.

Sementara dalam himpunan data NFA, di Indonesia total terdapat 945 biodiversitas pangan. Ini terdiri dari 77 jenis sumber karbohidrat, 75 jenis sumber protein, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 40 jenis bahan minuman, 26 jenis kacang-kacangan, dan 110 jenis rempah dan bumbu.

Terkait sorgum, jika menilik kandungan gizinya, bisa dikatakan sorgum memiliki kandungan energi, protein, lemak, dan serat yang lebih tinggi dibandingkan beras dan terigu. Sorgum pun lebih mudah dicerna sehingga cocok bagi penyintas obesitas, diabetes melitus, dan diet karbohidrat. Dalam 100 gram sorgum bisa mengandung energi 366 kilokalori (kkal); karbohidrat 73 gram; protein 11,0 gram; lemak 3,3 gram; dan serat 1,2 gram.

“Kita ingin pangan itu bukan hanya mencakup ketercukupan, ketersediaan, dan stabilitas harga. Tetapi juga harus memenuhi gizi yang diperlukan oleh kita semua. Sorgum ini selain karbohidrat, ternyata banyak sekali manfaatnya. Kemudian beberapa kandungan lain yang tentunya bagus bagi tubuh. Ayo kita kampanyekan ini. Badan Pangan Nasional dengan senang hati membantu kampanye sorgum bersama seluruh pemerintah daerah demi penguatan ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal,” kata Arief.

“Pada pokoknya, ketahanan pangan kita harus berdasar pada kemandirian dan kedaulatan pangan. Indonesia hari ini dalam menata ekosistem pangan tentunya sangat menjaga harga di tingkat petani dan peternak. Tidak boleh harganya di bawah dari harga pokok produksi dan tentunya dengan margin yang cukup. Ini sudah kita buktikan dengan pemerintah mampu menjaga NTP (Nilai Tukar Petani) selalu lebih dari 100 poin, terutama tanaman pangan, sejak 2022,” sambungnya.

“Indeks ketahanan pangan kita mungkin lebih rendah dibandingkan dengan salah satu negara tetangga yang mereka tidak perlu menanam, karena semuanya mereka beli dari luar, mirip seperti supermarket. Tapi itu sebenarnya sangat ringkih dari sisi ketahanan pangan, walaupun indeksnya tinggi. Pangan di Indonesia kita yakin mampu kita sokong dari produksi pangan dalam negeri, meskipun sempat terkena dampak El Nino,” pungkas Arief.

Sebagaimana rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), pengaruh El Nino disebut BPS menyebabkan terjadinya mundurnya masa tanam. Menurut BPS, luas panen padi pada tahun 2024 diperkirakan 10,05 juta hektare. Kendati demikian, sepanjang Agustus sampai Desember 2024 luas panen padi diperkirakan meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang dipicu karena adanya lonjakan luas tanaman sepanjang Mei sampai Juli 2024.