Juru Kamera Al Jazeera Koma setelah Ditembak Pasukan Israel

| Jum'at, 18/10/2024 01:01 WIB
Juru Kamera Al Jazeera Koma setelah Ditembak Pasukan Israel Juru kamera Al Jazeera Fadi al-Wahidi terluka setelah ditembak oleh tentara Israel saat melaporkan di Jabalia, Gaza utara. (FOTO: ANADOLU AGENCY)

JAKARTA - Juru kamera Al Jazeera Fadi al-Wahidi, yang ditembak oleh penembak jitu Israel di Jalur Gaza bulan ini, berada dalam kondisi koma dan belum diizinkan oleh Israel untuk meninggalkan daerah kantong itu untuk perawatan medis yang mendesak.

Jurnalis Palestina itu ditembak di leher saat ia melaporkan invasi darat Israel ke kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara, sambil mengenakan perlengkapan pelindung yang dengan jelas mengidentifikasi dirinya sebagai anggota pers.

Meskipun ada permohonan dari tiga organisasi kebebasan media, otoritas Israel belum mengizinkan Fadi al-Wahidi dan juru kamera Al Jazeera lainnya, Ali al-Attar, meninggalkan Gaza untuk “perawatan medis yang menyelamatkan nyawa”.

Al Jazeera Arabic pada hari Kamis (17/10/2024) melaporkan bahwa kondisi Fadi al-Wahidi telah memburuk sejak ia dibawa ke rumah sakit pada tanggal 9 Oktober.

Dokter di Rumah Sakit Bantuan Publik di Kota Gaza mengatakan mereka tidak dapat merawatnya dan mencegah kelumpuhan total, seraya menambahkan bahwa ia menderita kerusakan pada arteri, vena, dan tulang yang hancur.

Rumah sakit telah berulang kali memohon agar Fadi al-Wahidi dipindahkan ke luar negeri karena sumber daya di lokasi tidak mencukupi untuk mengobati luka-lukanya.

Serangan terhadap Fadi al-Wahidi terjadi beberapa hari setelah al-Attar ditembak saat meliput kondisi warga Palestina yang mengungsi di Deir el-Balah di Gaza tengah.

Pemindaian menunjukkan pecahan peluru bersarang di tengkoraknya dan terjadi pendarahan di otak, tetapi belum ada perawatan yang tersedia di Gaza untuk cedera ini.

Tidak ada evakuasi

Israel belum menanggapi beberapa permintaan organisasi internasional untuk mengevakuasi jurnalis yang terluka kritis oleh pasukannya.

Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang berpusat di Amerika Serikat, yang mempromosikan kebebasan pers dan membela hak-hak jurnalis, telah menuntut agar otoritas Israel memastikan pemindahan Fadi al-Wahidi dan al-Attar keluar dari Gaza dengan aman.

"Kedua proses evakuasi terhenti karena otorisasi yang diperlukan masih tertunda," katanya bersama kelompok pengawas media lainnya dalam surat kepada Koordinator Kegiatan Pemerintah Israel di Wilayah (COGAT).

“Kami menganggap pemerintah Israel bertanggung jawab atas memburuknya kondisi mereka akibat penundaan berkepanjangan ini.”

Surat itu menyatakan bahwa COGAT tidak menanggapi beberapa kali permohonan evakuasi jurnalis.

Selain itu, CPJ telah meminta bantuan pemerintah Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman, serta Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Meskipun ada upaya-upaya ini, kemungkinan untuk mengevakuasi para jurnalis ini saat ini diblokir karena kurangnya otorisasi Israel untuk perjalanan mereka yang aman," katanya.

“Kehidupan kedua jurnalis ini berada dalam bahaya besar, dan tindakan cepat diperlukan untuk mencegah tragedi lebih lanjut.”

Surat tersebut menyatakan bahwa “perjalanan mereka ke Yordania atau Qatar harus dipastikan aman, dan mereka harus segera diizinkan mendapatkan perawatan medis yang dapat menyelamatkan nyawa.”

Lebih dari 175 pekerja media tewas selama perang Israel di Gaza.

Penargetan jurnalis merupakan pelanggaran hukum internasional yang melindungi pers dan pekerja kemanusiaan di zona perang, kata Al Jazeera dalam sebuah pernyataan bulan ini.

Al Jazeera mendesak masyarakat internasional untuk segera mengambil tindakan guna memastikan keselamatan jurnalis dan warga sipil di Gaza, dan meminta pertanggungjawaban Pasukan Pendudukan Israel atas kejahatan berulang yang mereka lakukan terhadap jurnalis,” tambah pernyataan itu. (*)