JAKARTA - Jutaan orang di seluruh Afrika Selatan menderita kelaparan akibat kekeringan bersejarah, yang berisiko menimbulkan bencana kemanusiaan berskala penuh, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan.
Lesotho, Malawi, Namibia, Zambia, dan Zimbabwe semuanya telah menyatakan status bencana nasional dalam beberapa bulan terakhir karena kekeringan telah menghancurkan tanaman dan ternak.
Angola dan Mozambik juga terkena dampak parah, menurut Program Pangan Dunia (WFP) PBB dalam sebuah pengarahan pada hari Selasa, dengan peringatan bahwa krisis diperkirakan akan semakin parah hingga panen berikutnya pada bulan Maret atau April 2025.
“Kekeringan yang bersejarah – krisis pangan terburuk sejauh ini – telah menghancurkan lebih dari 27 juta jiwa di seluruh wilayah,” kata juru bicara WFP Tomson Phiri.
“Sekitar 21 juta anak mengalami kekurangan gizi.
“Oktober di Afrika Selatan menandai dimulainya musim paceklik, dan setiap bulan diperkirakan akan lebih buruk dari bulan sebelumnya hingga panen tahun depan pada bulan Maret dan April. Panen gagal, ternak mati, dan anak-anak beruntung karena bisa mendapatkan satu kali makan per hari.”
Puluhan juta orang di wilayah ini bergantung pada pertanian skala kecil, yang diairi oleh hujan, untuk makanan mereka dan menghasilkan uang untuk membeli perbekalan.
Badan-badan bantuan memperingatkan potensi bencana akhir tahun lalu karena fenomena cuaca El Nino menyebabkan curah hujan di bawah rata-rata di seluruh wilayah. Dampaknya semakin parah akibat meningkatnya suhu yang terkait dengan perubahan iklim.
Pada bulan Juli, seorang pejabat PBB mengatakan bahwa ini adalah kekeringan terburuk yang melanda wilayah tersebut dalam satu abad.
Kekeringan ini telah memusnahkan 70 persen panen di Zambia dan 80 persen di Zimbabwe, kata penjabat direktur regional WFP untuk Afrika Selatan, Lola Castro.
Kurangnya hujan juga telah memangkas kapasitas pembangkit listrik tenaga air di wilayah tersebut, yang menyebabkan pemadaman listrik yang lama, sementara Zimbabwe dan Namibia telah mengumumkan pemusnahan satwa liar untuk mengurangi tekanan pada sumber daya.
Pihak berwenang di Namibia dan Zimbabwe telah membunuh satwa liar, termasuk gajah, untuk menyediakan daging bagi orang-orang yang kelaparan.
Para ilmuwan mengatakan bahwa Afrika sub-Sahara merupakan salah satu bagian dunia yang paling rentan terhadap perubahan iklim karena ketergantungannya yang tinggi pada pertanian tadah hujan dan sumber daya alam.
Jutaan mata pencaharian orang Afrika bergantung pada iklim, sementara negara-negara miskin tidak mampu membiayai langkah-langkah ketahanan iklim.
Para ahli juga telah memperingatkan bahwa kekeringan akibat perubahan iklim dan pola curah hujan yang tidak teratur berdampak negatif terhadap hasil, perkembangan, rasa, dan periode panen berbagai tanaman. (*)