JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mendalami sumber dana LR, pengacara Gregorius Ronald Tannur, di dalam perkara dugaan suap terhadap hakim yang mengadili Ronald dalam kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afriyanti.
"Dengan LR ini akan terus didalami bagaimana sumber dananya. Apakah ini merupakan dana yang disiapkan oleh yang bersangkutan? Ini dananya dari siapa?" ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (28/10/2024).
Nantinya, kata dia, keterangan dari LR akan dihubungkan dengan keterangan dari tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diduga menerima suap dari LR untuk vonis bebas Ronald Tannur. Selain itu juga keterangan dari ZR (Zarof Ricar) selaku mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA), yang diduga menjadi makelar dengan tujuan meralat putusan kasasi Ronald Tannur.
"Nanti di sinilah yang tentu penyidik akan terus mengembangkan peristiwa ini supaya ada simpul yang bisa ditarik. Semua ini akan terus digali supaya terjawab agar tindak pidana ini betul-betul bisa diselesaikan dengan baik," ucapnya.
Selain itu, lanjut dia, penyidik juga tengah menyelidiki asal mula uang tunai senilai Rp920 miliar serta emas Antam seberat 51 kilogram yang ditemukan di rumah ZR, kawasan Senayan, Jakarta.
"Nanti akan diselidiki seperti apa posisi Rp920 miliar dan emas 51 kilogram ini. Apakah ini ada keterkaitan dengan peristiwa tindak pidana Ronald Tannur? Atau apakah seperti yang disampaikan dalam keterangan bahwa uang ini sudah diperoleh yang bersangkutan sejak 2012 hingga 2022 (tindak pidana gratifikasi, red.)? Lalu dikaitkan dengan konteks pasal persangkaan dalam perkara. Jadi, itu yang harus didalami," paparnya.
Diketahui bahwa LR terlibat dalam dua kasus dugaan suap yang berkaitan dengan putusan perkara kliennya, Ronald Tannur.
Dalam kasus pertama, LR diduga memberikan suap kepada tiga hakim PN Surabaya atas nama ED (Erintuah Damanik), HH (Heru Hanindyo), dan M (Mangapul).
Atas perbuatan para tersangka, hakim ED, M, dan HH selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf e jo. Pasal 12B jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk LR selaku pemberi suap, dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 6 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam kasus kedua, LR diduga menggunakan jasa ZR selaku mantan pejabat tinggi MA untuk meralat putusan kasasi yang akan dijatuhkan kepada Ronald Tannur.
LR menjanjikan uang sebesar Rp5 miliar untuk tiga hakim agung yang berinisial S, A, dan S, sedangkan ZR dijanjikan upah sebesar Rp1 miliar atas jasanya. Akan tetapi, uang tersebut belum diberikan oleh ZR kepada tiga hakim agung tersebut.
Tersangka LR disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15 jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka ZR disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15 jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ZR juga disangkakan Pasal 12B jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021.