JAKARTA - Haji itu memampukan yang diundang, bukan mengundang yang mampu. Abdul (bukan nama sebenarnya), seorang pedagang nasi goreng, yang belum lama ini menunaikan ibadah haji, membenarkan narasi itu.
Sepulang dari Tanah Suci, dia akhirnya percaya bahwa semua bisa haji, termasuk dirinya. Dia juga mulai yakin bahwa pergi haji bukan soal mampu atau tidak mampu, namun lebih kepada diundang atau tidak diundang.
"Rasanya masih ndak percaya, saya bisa naik haji," kata Abdul kepada pelanggan nasi gorengnya, di sebuah kawasan di Kota Bogor, Jawa Barat, belum lama ini.
Perbincangan dengan sang pelanggan itu sekaligus menandai dibukanya kembali warung nasi goreng, yang selama Abdul beribadah haji, tutup. Sambil menyantap gurih-pedasnya nasi goreng, sang pelanggan mulai terbawa suasana perbincangan. Segala hal tentang haji, dia tanyakan. Dia menanyakan niat, syarat sah, hingga rukun haji. Bahkan, tak segan dia menanyakan tips Abdul mengumpulkan uang untuk membayar kuota dan pelunasan biaya haji.
"Tips-nya ya, banyak-banyak berdoa, pak," kata Abdul. "Dan Allah mengabulkan doa saya" lanjutnya.
Dalam doanya, Abdul minta dimudahkan untuk menabung hari demi hari. Berapa pun pendapatan dari jualan nasi goreng, sebagian disisihkan untuk biaya haji. Rutinitas ini dia lakukan sejak 12 atau 13 tahun lalu.
Terkadang menabung Rp20 ribu per hari, kerap kali pula di bawahnya, namun tak jarang pula bisa di atasnya. Bahkan, dua tahun menjelang jadwal keberangkatan, Abdul bisa menabung hingga Rp50 ribu per hari.
Dan hasilnya, pertolongan Allah yang datang melalui tabungan nasi goreng telah mengantar Abdul terbang ke Tanah Suci. Dari pertolongan itu pula, dia bisa berdiri dan menengadahkan tangan di depan Kabah. Lalu tanpa dia sadari, tangisnya begitu saja pecah, dan air matanya pun tumpah di depan Kabah. Bibirnya bergetar, tak berhenti mengucap kalimat Talbiyah:
Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni`mata laka wal mulk. La syarika laka.
Nilai Manfaat
Abdul bersama jamaah haji reguler se-Indonesia keberangkatan tahun 2024, menanggung pembayaran haji sebesar Rp56,04 juta. Namun, sesungguhnya, bukan senilai itu Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), yang harus dibayarkan.
Merujuk data dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), BPIH Tahun 2024 mencapai Rp93,41 juta. Jika yang dibayarkan sebesar Rp56,04 juta, maka jamaah mendapat nilai manfaat sebesar Rp37,36 juta untuk pembayaran BPIH. Nilai manfaat ini pula yang menjadi wasilah pertolongan Allah kepada Abdul dan jamaah haji lainnya. Gegara nilai manfaat ini lah, tangis Abdul bisa pecah di depan Kabah.
Lalu, apa itu nilai manfaat? Dikutip dari laman resmi BPKH, nilai manfaat adalah nilai imbal hasil dari hasil pengelolaan/optimalisasi keuangan haji yang dilakukan oleh BPKH.
Pengelolaan/optimalisasi keuangan haji yang dilakukan oleh BPKH berupa investasi dan penempatan yang wajib berprinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan perundangan/peraturan yang telah ditetapkan.
Menurut Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah, lembaga yang berdiri sejak 2017 ini telah meningkatkan pengelolaan dana haji melalui berbagai inisiatif. Termasuk dalam inisiatif tersebut adalah investasi langsung di Arab Saudi, yang didelegasikan kepada BPKH Limited sebagai anak perusahaan BPKH di Jeddah, Arab Saudi.
Ujung dari investasi tersebut, tak lain dan tak bukan, adalah kemudahan dan kenyamanan jamaah haji.
.
"Dengan memperluas strategi pasar dan memperkenalkan layanan berkualitas tinggi dan disesuaikan, Indonesia dapat secara signifikan meningkatkan pengalaman ibadah haji,” ujar Fadlul.
Tentunya, pengalaman tersebut termasuk yang berkaitan dengan pembiayaan. Adanya nilai manfaat menjadikan calon jamaah tenang dalam mempersiapkan hingga menjalani ibadah haji di Tanah Suci.
Ketenangan menjadi keniscayaan yang tak bisa dihindari oleh calon jamaah manakala bersinggungan dengan biaya haji. Terlebih, dari tahun ke tahun, biaya haji mengalami kenaikan yang beragam. Fluktuasi ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk nilai tukar mata uang, inflasi, hingga kebijakan dari pemerintah Arab Saudi terkait layanan di Tanah Suci.
Berikut rincian biaya haji dari tahun ke tahun, seperti dikutip dari data BPKH:
Tahun 2014:
Biaya yang dibayar per jamaah adalah Rp40,03 juta, dengan nilai manfaat Rp19,24 juta, sehingga total Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) mencapai Rp59,27 juta.
Tahun 2015:
Biaya haji sedikit turun menjadi Rp37,49 juta, sementara nilai manfaat meningkat menjadi Rp24,07 juta, dengan total BPIH Rp61,56 juta.
Tahun 2016:
Pada tahun ini, biaya yang dibayar per jamaah adalah Rp34,60 juta, dengan nilai manfaat Rp25,40 juta, menghasilkan total BPIH Rp60 juta.
Tahun 2017:
Biaya yang dibayarkan oleh jamaah mencapai Rp34,89 juta, dan nilai manfaat sebesar Rp26,90 juta, dengan total BPIH Rp61,79 juta.
Tahun 2018:
Biaya meningkat menjadi Rp35,24 juta, dengan nilai manfaat yang signifikan, yaitu Rp33,72 juta, dan total BPIH mencapai Rp68,96 juta.
Tahun 2019:
Tahun ini, biaya tetap pada Rp35,24 juta, dengan nilai manfaat sebesar Rp33,92 juta, dan total BPIH sebesar Rp69,16 juta.
Tahun 2022:
Setelah pandemi, biaya haji melonjak menjadi Rp39,89 juta, dengan nilai manfaat mencapai Rp57,91 juta, menghasilkan total BPIH Rp97,79 juta.
Tahun 2023:
Biaya yang dibayarkan meningkat menjadi Rp49,9 juta, dengan nilai manfaat Rp40,2 juta, dan total BPIH Rp90 juta.
Tahun 2024: Tahun ini, biaya yang harus dibayar oleh jamaah adalah Rp56,04 juta, dengan nilai manfaat Rp37,36 juta, dan total BPIH mencapai Rp93,41 juta.
Angka-angka di atas mengabarkan bahwa penyesuaian besaran BPIH selalu diikuti kenaikan nilai manfaat. Dan dari nilai manfaat yang dikelola oleh BPKH ini pula Insya Allah setiap muslim.bisa berhaji, bisa bersujud di Tanah Suci.
I