JAKARTA - Wakil Ketua MPR-RI sekaligus Anggota DPR-RI Komisi VIII Hidayat Nur Wahid mengapresiasi Menteri Sosial RI yang sudah mencanangkan target penghilangan kemiskinan ekstrem pada 2026, meskipun itu artinya mundur dua tahun dari target semula yang harus selesai pada 2024.
HNW sapaan akrabnya menyebut tugas penghapusan kemiskinan ekstrem tidak hanya ditanggung oleh Kementerian Sosial, tapi harus kerja bersama seluruh kementerian/lembaga pada Kabinet Merah Putih.
“Meski tahun 2024 ini kemiskinan ekstrem nol persen belum berhasil, tapi langkah-langkah Indonesia untuk atasi kemiskinan ekstrim penting dilanjutkan lebih focus dan lebih serius. Sehingga ketika sudah menyentuh poorest of the poor, upaya yang dilakukan harus lebih keras lagi, serta diperlukan sinergi lintas sektor yang lebih efektif, baik antar instansi Pemerintah, Parlemen maupun dengan swasta,” ujar HNW dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (6/11).
HNW menjelaskan, tren kemiskinan di Indonesia memang terus menurun. Pada tahun 2022 tingkat kemiskinan sebesar 9,57%, turun menjadi 9,03% pada Maret 2024. Adapun kemiskinan ekstrem juga turun dari tingkat 1,74% di Maret 2022 menjadi 0,83% pada Maret 2024.
Dirinya menilai, salah satu tantangan penghapusan kemiskinan ekstrem antara lain adalah terjadinya reorganisasi struktur pemerintahan besar-besaran, baik di level Kementerian Teknis maupun di level Kementerian Koordinator. Dampaknya, pola koordinasi akan berubah dari Pemerintahan periode sebelumnya.
Selain itu, dengan reorganisasi struktur Pemerintahan, maka Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem bisa dianggap sudah tidak lagi relevan.
“Inpres 4/2022 dengan detail menjabarkan tugas setiap Kementerian, Polisi, TNI, Badan, hingga Pemerintah Daerah dalam upaya menghapus kemiskinan ekstrem. Struktur pemerintahan yang berubah pada Kabinet Merah Putih harus diimbangi dengan penerbitan Inpres baru, agar upaya penghapusan kemiskinan ekstrem tetap bisa terkoordinasi dan teroptimalkan melalui program yang ada di setiap K/L,” lanjutnya.
Anggota DPR-RI Fraksi PKS ini mencontohkan, di antara yang perlu disinergiskan dan ditetapkan sejak awal adalah data mana yang akan digunakan Pemerintah dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem.
Saat ini ada beberapa data yang berpotensi tumpang tindih, misalnya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial di Kemensos, Data Registrasi Sosial Ekonomi yang dikelola oleh BPS, data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang dikelola Kemenko PMK, belum lagi data sektoral seperti data kependudukan, dan lain-lain.
“Oleh karena itu pada muatan Inpres baru nanti harus tercantum terkait data apa yang akan digunakan untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem, dan siapa yang ditugaskan mengoordinasikannya. Karena jika sebelumnya terkait koordinasi hanya tunggal di Kemenko PMK, saat ini ada Kemenko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) dan Kemenko PM (Pemberdayaan Masyarakat),” lanjutnya.
HNW khawatir, jika tidak segera ada Instruksi Presiden, maka dapat terjadi miskoordinasi dan tumpang tindih kewenangan antar Kementerian, sehingga progress penghapusan kemiskinan ekstrem justru melambat atau bahkan mengalami kemunduran.
“Target Kemensos agar kemiskinan ekstrem bisa nol persen di tahun 2026 cukup realistis, namun perlu dicek apakah target ini hanya di level Kemensos atau sudah disepakati bersama oleh seluruh anggota Kabinet. Saya mendorong agar segera ada kesatuan suara dari Pemerintah terkait hal ini, dan agar efektif maka penetapannya dilakukan oleh Presiden langsung,” pungkasnya