JAKARTA - Peneliti dari Cheng Shiu University Taiwan Aldeno Rachmad Ika mengingatkan bahaya polutan organik persisten (POP) seperti dioksin yang dihasilkan dari pembakaran sampah secara terbuka. Perlu didorong adanya larangan terkait hal itu.
Dalam diskusi daring yang diikuti dari Jakarta, Kamis (7/11/2024), Project Manager Center for Environmental Toxin and Emerging-Contaminant Research Cheng Shiu University Aldeno menjelaskan, banyak jenis polutan organik persisten dihasilkan selama proses pembakaran sampah.
Dia memberikan contoh kajian pada 2021 terkait pembakaran tersebut pada pengolahan batu kapur di Jawa Timur. Pembakaran ini dicampur dengan sampah, termasuk plastik dan bahan lainnya seperti karet yang memiliki dampak pada kesehatan manusia.
"Jadi dampaknya terhadap kesehatan manusia di sini termasuk endocrine disruption chemicals yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bayi dan anak. Jadi secara sinergi beberapa POP dapat menjadi satu dan konsentrasinya meningkat dengan efek yang sangat berbahaya contohnya seperti kanker, kerusakan hati, kelenjar getah bening dan masalah pertumbuhan lainnya," katanya.
Untuk itu, dia mendorong Pemerintah Indonesia memperkuat kerangka regulasi dan penegakannya, termasuk mengurangi regulasi yang bertolak belakang satu dengan lainnya. Diperlukan juga peningkatan praktik pengelolaan sampah, penambahan kapasitas pemantauan dan penelitian serta sosialisasi lebih luas kepada publik.
Dia juga mengingatkan perlunya larangan segala jenis pembakaran terbuka sebagai bentuk pengelolaan sampah, mengingat senyawa seperti dioksin dapat menyelar lewat udara. Pemilahan sampah juga menjadi kunci ketika menggunakan insinerator dengan teknologi mumpuni.
"Jadi di sini sudah dipilah dari awal dari sumbernya sebelum pembakaran di mana ini penting sekali untuk mengontrol emisi yang dihasilkan. Di sini perlunya meningkatkan standar dan teknologi insinerator termasuk alat pengendali polusi udara yang modern," jelasnya.