JAKARTA - Pembantaian dukun santet di Banyuwangi menjadi salah satu peristiwa kelam yang pernah terjadi di Indonesia pada akhir 1990-an. Tragedi ini melibatkan pembunuhan besar-besaran terhadap orang-orang yang dituduh sebagai dukun santet.
Peristiwa ini menewaskan ratusan orang dalam waktu hitungan bulan saja, yaitu kisaran bulan Februari hingga September 1998. Kasus ini menjadi salah satu peristiwa pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.
Meski sudah berlalu puluhan tahun, belum diketahui pasti motif dan dalang yang sebenarnya dari pembantaian berdarah ini, atau yang dikenal sebagai peristiwa geger santet Banyuwangi.
Latar Belakang
Pada periode Februari hingga September 1998, di tengah situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil, muncul ketegangan sosial di Banyuwangi. Isu mengenai praktik santet atau ilmu hitam berkembang luas, menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat.
Bupati Banyuwangi saat itu, Kolonel Polisi (Purn) HT. Purnomo Sidik, mengeluarkan radiogram pada 6 Februari 1998 yang ditujukan kepada camat hingga kepala desa untuk mendata orang-orang yang diduga memiliki ilmu supranatural dengan tujuan memberikan perlindungan.
Namun, data tersebut bocor dan justru digunakan oleh kelompok tertentu untuk melakukan pembunuhan terhadap mereka yang terdaftar.
Pelaksana Pembunuhan
Pembunuhan dilakukan oleh kelompok-kelompok yang sering disebut sebagai "ninja" karena penampilan mereka yang serba hitam. Mereka menyerang korban pada malam hari, menggunakan senjata tajam, dan sering meninggalkan tanda silang di rumah korban sebagai penanda.
Korban tidak hanya mereka yang dituduh sebagai dukun santet, tetapi juga tokoh masyarakat, guru ngaji, dan individu lain yang dianggap berbeda atau mencurigakan.
Menurut data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), setidaknya 309 orang tewas dalam peristiwa ini: 194 di Banyuwangi, 108 di Jember, dan 7 di Malang. Peristiwa ini menimbulkan trauma mendalam bagi keluarga korban dan masyarakat sekitar, yang menciptakan ketakutan yang meluas.
Hingga kini, motif pasti di balik peristiwa ini masih belum jelas. Beberapa analisis menyebutkan kemungkinan adanya manipulasi politik atau upaya pengalihan isu di tengah krisis yang melanda Indonesia saat itu. Namun, tidak ada bukti konkret yang mengarah pada dalang tertentu.