JAKARTA - Wakil Ketua MPR-RI dari FPKS sekaligus Anggota DPR-RI Komisi VIII Hidayat Nur Wahid mendorong Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar agar segera merealisasikan pembentukan Ditjen Pesantren.
HNW sapaan akrabnya menyebut karena usulan pembentukan itu sudah lama, bahkan dirinyapun telah berulang kali mengusulkan dan mendukung pembentukan Dirjen Pesantren dengan memisahkan antara Ditjen Pesantren dengan Ditjen Pendidikan Islam (Pendis) di berbagai forum rapat kerja Komisi VIII dengan Kemenag.
HNW mengapresiasi Menag Nasaruddin yang juga memiliki perhatian serius dan mendalam soal pembentukan Ditjen Pesantren itu. Namun, dirinya menyayangkan keterlambatan Menag untuk memasukkan pemisahan Ditjen Pesantren dengan Ditjen Pendis pada aturan baru mengenai Kementerian Agama, padahal itu sangat dipentingkan sebagai dasar pembentukan Dirjen Pesantren.
“Secara kajian akademis, aspirasi dan kebutuhan publik, bahkan dukungan dari kami di komisi VIII DPR-RI, pendirian Ditjen Pesantren sudah sangat memadai, bahkan hal tersebut sudah diusulkan sejak beberapa tahun silam. Sayangnya pada Perpres Nomor 152 Tahun 2024 yang mengatur struktur organisasi Kementerian Agama dan baru diterbitkan tanggal 5 November 2024, fungsi terkait pesantren masih dikelola oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Ini artinya Ditjen Pesantren belum disahkan dan harus diusulkan melalui Perpres baru,” kata HNW dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (20/11)
Ketua Badan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor ini menjelaskan, selain dukungan dari komisi VIII DPRRI, sejak awal usulan pembentukan Ditjen Pesantren, telah mendapat dukungan dari ormas Islam seperti NU. Belakangan, usulan itu juga didukung oleh Kemenko Pemberdayaan Manusia , dan unsur santri seperti BEM Pesantren.
HNW melanjutkan, yang terpenting juga bila nanti Ditjen Pesantren benar-benar terwujud, agar dapat melaksanakan semua ketentuan dalam UU Pesantren, termasuk pemenuhan dana abadi Pesantren (Pasal 49), juga secara adil mengakomodir tiga jenis Pesantren yang diakui dalam UU Pesantren (Pasal 5).
Pasal 5 yang dimaksud ialah pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengkajian Kitab Kuning; pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin; dan pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk lainnya yang terintegrasi dengan pendidikan umum.
HNW kembali menegaskan bahwa mitra kerja Kemenag di DPR yaitu Komisi VIII DPR-RI, secara umum fraksi-fraksi di dalamnya menyetujui dan tidak ada yang menolak usulan pembentukan Ditjen Pesantren, karena memahami sejarah dan jasa Pesantren untuk Indonesia, serta besarnya porsi pesantren dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.
“Sehingga sangat disayangkan usulan pembentukan Ditjen Pesantren tidak dicantumkan berbarengan dengan penerbitan Perpres Nomor 152 itu, padahal itulah momentum yang tepat agar tidak diperlukan revisi Perpres lagi ke depannya, di mana masih memerlukan waktu yang diharapkan dapat segera dilakukan, agar dengan demikian Pesantren bisa langsung lepas landas dengan Ditjen Pesantren yang khusus dan baru,” sambungnya.
Anggota DPR-RI Fraksi PKS ini menambahkan, saat ini di DPR-RI akan segera dibahas Revisi UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Haji dan Umrah, yang poin utamanya adalah terkait penetapan kewenangan haji antara Kemenag atau Badan Pengelola Haji.
Revisi UU tersebut ditargetkan rampung tahun 2025. Diprediksi, pasca Revisi UU Haji dan Umrah akan ada revisi Perpres kembali yang berkaitan dengan struktur organisasi Kemenag.
“Oleh karena itu diingatkan kepada Menag Prof Nasarudin Umar untuk perlu membangun komunikasi intensif dan konstruktif dengan Presiden Prabowo, agar aspirasi Pesantren dan rencana Menag yang didukung oleh Komisi VIII DPR-RI untuk menghadirkan Ditjen Pesantren bisa segera terealisasi, paling lambat sesudah Revisi UU Haji yang sekarang sedang dibahas bersama di DPR,” kata HNW.