• News

Teknis Pemindahan Mary Jane Veloso Masih Dibahas di Kementerian Imipas

Eko Budhiarto | Selasa, 26/11/2024 01:11 WIB
Teknis Pemindahan Mary Jane Veloso Masih Dibahas di Kementerian Imipas Terpidana mati kasus penyelundupan narkotika Mary Jane Veloso . (foto:okezone)

JAKARTA - Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto mengatakan saat ini pihaknya tengah membahas teknis dan waktu pemindahan tahanan kasus narkoba asal Filipina Mary Jane Veloso ke negara asalnya.

"Masih dalam pembahasan, memang sesuai dengan amanat UU 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan Pasal 45 kalau enggak salah, ayat satu mengatakan bahwa dimungkinkan ada transfer operasional," kata Agus saat ditemui di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (25/11/2024).

Agus mengatakan, pemindahan tersebut layak dipertimbangkan karena beberapa hal diantaranya diatur dalam UU Pemasyarakatan, dan mengurangi beban negara.

Mary Jane juga dianggap telah menyelesaikan lebih dari dua pertiga masa tahanan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Agus melanjutkan, proses pemindahan akan berjalan dengan lancar jika pihak Filipina mau mengakui kedaulatan sistem hukum di Indonesia dan setuju menyelesaikan masa tahanan di sana.

"Maka mungkin kita akan pertimbangkan untuk melakukan transfer operasional sesuai dengan permintaan daripada negara-negara yang mengajukan itu," tambah Agus.

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa pemindahan terpidana mati kasus penyeludupan narkotika Mary Jane Veloso dilakukan berdasarkan perjanjian bilateral dalam bentuk Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Mutual Legal Assistance (MLA) in Criminal Matters.

Ia menyebutkan hingga saat ini belum ada undang-undang (UU) yang mengatur tentang mekanisme pemindahan narapidana atau transfer of prisoner di Indonesia.Namun pemindahan narapidana bisa dilakukan berdasarkan MLA, kesepakatan para pihak, dan diskresi dari Presiden untuk mengambil keputusan maupun kebijakan.

"Karena UU tidak mengatur, tidak menyuruh, dan melarang juga tidak, maka Presiden berwenang untuk mengambil satu diskresi terhadap persoalan ini," ujar Yusril.