JAKARTA - Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh merupakan salah satu bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu tragedi tsunami pada 26 Desember 2004.
Tsunami yang menghancurkan sebagian besar wilayah Aceh tidak mampu meruntuhkan masjid ini. Berdiri kokoh di tengah puing-puing kehancuran, Masjid Raya Baiturrahman kemudian menjadi simbol keteguhan, dan perlindungan bagi masyarakat Aceh.
Masjid Raya Baiturrahman memiliki sejarah panjang yang bermula dari masa Kesultanan Aceh pada abad ke-13. Awalnya, masjid ini dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 sebagai pusat ibadah dan pendidikan Islam.
Selama masa penjajahan Belanda, masjid ini sempat dibakar pada tahun 1873. Untuk meredam kemarahan rakyat Aceh, Belanda kemudian membangun kembali masjid ini pada tahun 1879 dengan arsitektur khas Timur Tengah.
Masjid ini memiliki kubah besar dan tujuh menara yang ikonik, dengan ornamen khas yang mencerminkan perpaduan budaya Aceh dan seni Islam. Masjid Raya Baiturrahman juga dihiasi dengan ukiran marmer dari Italia, lantai dari Cina, dan lampu gantung dari Belgia.
Pada 26 Desember 2004, gempa berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang Aceh, diikuti oleh gelombang tsunami setinggi 30 meter yang menyapu daratan. Ribuan bangunan, rumah, dan infrastruktur hancur seketika.
Namun, di tengah kehancuran tersebut, Masjid Raya Baiturrahman tetap berdiri kokoh. Tidak hanya itu, masjid ini juga menjadi tempat perlindungan bagi masyarakat yang berlari menyelamatkan diri dari terjangan air.
Saat tsunami menerjang, ratusan orang berlindung di dalam Masjid Raya Baiturrahman. Gelombang besar yang menghancurkan bangunan di sekitarnya tidak mampu menembus tembok masjid. Para saksi mata menyebut bahwa masjid ini menjadi satu-satunya tempat yang aman di tengah kehancuran.
Banyak yang menganggap keteguhan Masjid Baiturrahman sebagai mukjizat. Bagi masyarakat Aceh, masjid ini menjadi bukti kekuasaan Allah dan simbol pengharapan untuk bangkit dari bencana.
Setelah tsunami, Masjid Raya Baiturrahman menjadi pusat kegiatan sosial dan spiritual untuk membantu masyarakat pulih dari trauma. Masjid ini mengalami perbaikan dan revitalisasi agar tetap kokoh dan mampu menampung lebih banyak jemaah. Pemerintah dan berbagai organisasi internasional turut berkontribusi dalam restorasi masjid ini.
Masjid kini memiliki tujuh menara, payung elektrik raksasa yang menyerupai Masjid Nabawi di Madinah, serta halaman luas yang mampu menampung ribuan jemaah.
Selain tempat ibadah, Masjid Baiturrahman juga menjadi pusat kegiatan sosial, pendidikan, dan peringatan tahunan tragedi tsunami.