KUPANG - Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus memasifkan gerakan mengonsumsi pangan lokal. Gerakan ini sebagai bagian dari aksi penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal.
Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Organisasi, SDM, dan Hukum NFA Rachmad Firdaus saat mewakili Sekretaris Utama NFA dalam acara Gerakan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal di Pulau Semau, Kabupaten Kupang, NTT, Jumat, (29/11/2024).
"Pangan lokal yang beragam di setiap daerah harus kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat. Seperti di Nusa Tenggara Timur ini punya pangan lokal sorgum, ini memiliki nilai gizi tinggi dan menjadi pangan yang dimasifkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat di NTT ini," ujar Rachmad.
Menurutnya, Gerakan Penganekaragaman Pangan yang terus didorong NFA bersama stakeholder terkait harus memiliki muatan edukasi kepada masyarakat khususnya generasi muda. Dengan demikian, ke depan semakin banyak yang menyadari pentingnya pangan beragam bergizi seimbang, dan aman (B2SA) sebagai pola hidup yang sehat berkelanjutan.
Dalam kesempatan yang sama, Pj Gubernur NTT Andriko Noto Susanto mengungkapkan dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi NTT dalam mendorong pemanfaatan pangan lokal di daerahnya,
“Kami sangat mengapresiasi inisiatif ini. Pemanfaatan pangan lokal seperti sorgum tidak hanya mendukung perekonomian petani lokal, tetapi juga menjaga kesehatan masyarakat. Kami berharap ini dapat menjadi gerakan nasional,” kata Andriko.
“Dengan memanfaatkan potensi pangan lokal, kita tidak hanya mandiri secara pangan, tetapi juga mencetak generasi yang sehat, aktif dan produktif,” tambahnya.
Sementara itu, Plh. Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Rinna Syawal, menekankan pentingnya memperkenalkan sorgum sebagai alternatif pengganti nasi kepada generasi muda. Kampanye ini sejalan dengan slogan “Kenyang Gak Harus Nasi”.
“Sorgum memiliki nilai gizi tinggi dan potensi besar untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenalkan sorgum kepada generasi muda agar mereka memahami bahwa kenyang tidak harus selalu dari nasi,” ujar Rinna.
Adapun Gerakan Penganekaragaman ini melibatkan 1.000 peserta, termasuk 900 murid dari tingkat SD, SMP, SMA, serta 100 murid dari SLB dan panti asuhan. Acara tersebut juga mengusung program edukasi konsep Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA) melalui dongeng dan penyediaan 1.000 menu makan berbasis sorgum sebagai sarapan sehat untuk peserta.
"Kegiatan ini mengusung konsep edukasi Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA) yang disampaikan secara kreatif melalui dongeng. Selain itu, kami juga menyediakan 1.000 menu makan dan beragam camilan berbasis sorgum sebagai sarapan sehat bagi para peserta," kata Rinna.
Rinna menambahkan bahwa program edukasi ini telah diperluas melalui inisiatif B2SA Goes to School (BGtS). Pada 2023, BGtS telah menjangkau 128 sekolah di 32 provinsi. Pada 2024, program ini ditargetkan menjangkau 380 sekolah di 38 provinsi dengan sasaran 95 ribu murid.
"Kami juga menggandeng pihak sekolah dalam implementasi BGtS. Pada tahun 2024, kami menargetkan BGtS dapat menjangkau 380 sekolah di 38 provinsi dengan melibatkan sekitar 95 ribu murid. Hal ini menunjukkan komitmen kami dalam memperluas edukasi pangan sehat kepada generasi muda di seluruh Indonesia," ujar Rinna.
Diana Widiastuti, Founder PT Sorgha Sorghum Sejahtera, yang berbasis di NTT menyampaikan antusiasnya atas dukungan pemerintah untuk mendorong pemanfaatan sorgum.
“Kami bangga karena produk sorgum yang kami tanam dapat menjadi bagian dari program ini. Harapannya, masyarakat semakin sadar akan manfaat dan potensi sorgum sebagai pangan lokal unggulan.” ujarnya.
Pentingnya pemanfaatan sorgum dalam konteks ketahanan pangan telah disampaikan Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dalam berbagai kesempatan. Menurutnya, Indonesia memiliki keunggulan biodiversitas yang tidak dimiliki negara lain, dan salah satunya yang perlu dikembangkan adalah potensi sorgum sebagai sumber karbohidrat yang sarat gizi.
"Biodiversity Indonesia itu terbesar kedua di dunia, sehingga sebenarnya kesempatan kita untuk meningkatkan ketahanan pangan itu terbuka lebar, termasuk sorgum untuk sumber karbohidrat selain beras," kata Arief.