• Info DPR

Parliamentary COP29, BKSAP Dorong Pendanaan Iklim yang Berbasis True Cost

Aliyudin Sofyan | Minggu, 17/11/2024 18:18 WIB
Parliamentary COP29, BKSAP Dorong Pendanaan Iklim yang Berbasis True Cost Parliamentary COP29 di Baku, Azerbaijan, Sabtu (16/11/2024). Foto: dpr

JAKARTA - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Ravindra Airlangga, menegaskan pentingnya pendanaan iklim yang lebih mencerminkan true cost untuk mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global.

Hal ini disampaikan dalam Parliamentary COP29 di Baku, Azerbaijan, Sabtu (16/11/2024).

Ravindra mengungkapkan bahwa negara-negara berkembang menjadi pihak yang paling terdampak oleh perubahan iklim, meskipun kontribusi mereka terhadap emisi karbon jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara maju.

"Sebanyak 79 persen dari emisi CO₂ historis berasal dari segelintir negara maju. Namun, negara berkembang yang justru menanggung dampak terbesarnya. Oleh karena itu, komitmen pendanaan dari negara-negara maju yang diinisiasi UNFCCC menjadi hal penting yang harus terus diperjuangkan dan dilaksanakan," ujar Ravindra seperti diberitakan dpr.go.id, Minggu (17/11/2024).

Ravindra juga menyoroti prediksi dari Potsdam Institute of Climate Change bahwa kerugian tahunan akibat perubahan iklim dapat mencapai hampir setengah dari PDB dunia pada tahun 2050.

Indonesia, menurut Ravindra, berkontribusi sekitar 1,7 persen dari total emisi global berdasarkan Global Climate Atlas 2021. Namun, Indonesia tetap teguh berkomitmen dalam Nationally Determined Contribution (NDC) untuk mengurangi emisi hingga 31,89 persen dengan upaya mandiri dan 43,2 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

"Dukungan pendanaan iklim dari negara maju harus merefleksikan `true cost`, dengan proyeksi kebutuhan pendanaan global mencapai 5,7 hingga 5,8 triliun dolar AS per tahun," jelasnya.

Ravindra menekankan pentingnya pengembangan instrumen keuangan inovatif untuk mendukung pembiayaan iklim, termasuk: Climate Resilient Debt Clause; Loss and Damage Fund; dan Carbon Credit Financing.

Ia juga mendorong pengembangan konsep "Ecosystem as a Service" sebagai salah satu pendekatan untuk menciptakan pasar global yang mendukung pelestarian lingkungan dan pengelolaan ekosistem.

"Instrumen ini akan memberikan insentif bagi sektor publik dan memperkuat kapasitas negara-negara berkembang dalam mitigasi perubahan iklim," pungkas Ravindra.

Komitmen ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam menciptakan solusi kolektif yang adil dan berkelanjutan untuk mengatasi tantangan perubahan iklim global.