• News

Presiden Filipina Marcos Sebut Keberadaan Kapal Selam Rusia sangat Mengkhawatirkan

Yati Maulana | Senin, 02/12/2024 23:05 WIB
Presiden Filipina Marcos Sebut Keberadaan Kapal Selam Rusia sangat Mengkhawatirkan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. berbicara pada konferensi pers, di Berlin, Jerman, 12 Maret 2024. REUTERS

MANILA - Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengatakan pada hari Senin bahwa keberadaan kapal selam serang Rusia di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina di Laut Cina Selatan "sangat mengkhawatirkan".

"Itu sangat memprihatinkan. Setiap intrusi ke Laut Filipina Barat, ke ZEE kami, ke garis dasar kami, sangat mengkhawatirkan," kata Marcos kepada wartawan, mengacu pada bagian Laut Cina Selatan di dalam zona maritim Filipina.

Sebuah kapal selam kelas Kilo Rusia terlihat 80 mil laut di lepas pantai provinsi barat Mindoro Barat pada 28 November, kata juru bicara Angkatan Laut Roy Vincent Trinidad dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, mengonfirmasi sebuah laporan oleh surat kabar Philippine Daily Inquirer.

Kapal fregat angkatan laut Filipina Jose Rizal melakukan kontak radio dengan kapal selam Rusia, yang mengonfirmasi identitasnya sebagai UFA 490 dan tujuannya.

"Kapal Rusia menyatakan sedang menunggu kondisi cuaca membaik sebelum melanjutkan perjalanan ke Vladivostok, Rusia," kata Trinidad, tanpa menjelaskan lebih lanjut mengapa kapal itu berada di daerah tersebut.

Angkatan laut Filipina mengawal kapal selam tersebut untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan maritim, tambahnya.

Kedutaan besar Rusia di Manila tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.

Kapal selam kelas Kilo Rusia dianggap sebagai salah satu kapal selam paling senyap dan terus disempurnakan sejak tahun 1980-an.

China dan Rusia mendeklarasikan kemitraan "tanpa batas" ketika Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi Beijing pada tahun 2022, beberapa hari sebelum Moskow melancarkan invasi ke Ukraina. Kedua negara melakukan latihan angkatan laut dengan tembakan langsung di Laut Cina Selatan pada bulan Juli.

Ketegangan antara Manila, sekutu perjanjian AS, dan Beijing telah meningkat selama setahun terakhir karena klaim yang tumpang tindih di Laut Cina Selatan. Pengadilan arbitrase tahun 2016 memutuskan klaim historis China atas jalur air yang disengketakan itu tidak memiliki dasar, sebuah keputusan yang ditolak Beijing.