TBILISI - Perdana Menteri Georgia Irakli Kobakhidze mengatakan pada hari Selasa bahwa upaya untuk melakukan apa yang disebutnya "Revolusi" di negara itu telah gagal. Hal itu setelah lima malam berturut-turut terjadi protes terhadap keputusan untuk menangguhkan perundingan untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Georgia, salah satu negara penerus Uni Soviet yang paling pro-Barat sejak 1991, telah dilanda krisis sejak Kamis lalu, ketika partai berkuasa Mimpi Georgia mengumumkan penghentian perundingan aksesi Uni Eropa hingga 2028.
Dalam kemunduran bagi para pengkritik pemerintah, pengadilan konstitusi Georgia pada hari Selasa menolak untuk mendengarkan gugatan yang berupaya membatalkan hasil pemilihan parlemen pada tanggal 26 Oktober.
Secara resmi dimenangkan oleh Mimpi Georgia dengan hampir 54% suara tetapi pihak oposisi mengatakan bahwa itu dinodai oleh penipuan.
Kasus tersebut diajukan oleh Presiden Salome Zourabichvili, seorang pengkritik pro-UE dari partai berkuasa yang mendukung protes tersebut. Namun, kekuasaannya sebagian besar bersifat seremonial dan masa jabatannya berakhir bulan depan.
Menanggapi pertanyaan dari Reuters pada jumpa pers, Kobakhidze berkata: "Upaya untuk menyelenggarakan Maidan di Georgia sudah berakhir. Saya mengimbau semua orang untuk tetap diam."
Kobakhidze merujuk pada pemberontakan Maidan 2014 di Ukraina, yang menyebabkan penggulingan dan pelarian presiden pro-Rusia setelah ia membatalkan perjanjian perdagangan dengan UE.
Ribuan pengunjuk rasa berkumpul untuk malam kelima pada hari Senin, berunjuk rasa di luar gedung parlemen di Tbilisi, dan di kota-kota kecil di sekitar negara pegunungan berpenduduk 3,7 juta jiwa itu.
KEKERASAN DI JALAN
Para pengunjuk rasa di Tbilisi melemparkan kembang api ke polisi antihuru-hara yang menanggapi dengan gas air mata dan meriam air. Para pengunjuk rasa juga membangun barikade di sepanjang Jalan Rustaveli di pusat kota, dan bentrokan berlanjut hingga dini hari Selasa.
Media lokal mengutip kementerian dalam negeri yang melaporkan bahwa 22 orang telah ditangkap dan 12 personel penegak hukum terluka. Dua puluh tiga pengunjuk rasa dibawa ke rumah sakit, kata mereka.
Seorang pria berusia 22 tahun dirawat intensif, setelah mengalami kerusakan otak setelah terkena tabung gas air mata, kantor berita Interpress melaporkan.
Pada pengarahan hari Selasa, Kobakhidze mengatakan penyelenggara protes akan menghadapi konsekuensi hukum atas peran mereka, dengan mengatakan demonstrasi tersebut merupakan upaya kekerasan untuk merebut kekuasaan.
"Ada orang-orang tertentu yang melakukan kejahatan... Dan akhirnya, lembaga penuntutan, kantor kejaksaan, akan membuat keputusan tentang itu," tambahnya.