Inilah Sejarah Yogyakarta Jadi Daerah Otonomi Khusus

M. Habib Saifullah | Selasa, 10/12/2024 13:45 WIB
Inilah Sejarah Yogyakarta Jadi Daerah Otonomi Khusus Keraton Yogyakarta (Foto: Ist/katakini)

JAKARTA - Yogyakarta merupakan salah satu daerah istimewa di Indonesia yang memiliki status khusus, yakni Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Status ini diberikan karena peran sejarah dan budaya yang unik serta kontribusi besar Yogyakarta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Berikut ini sejarah penetapan Yogyakarta sebagai daerah otonomi khusus di Indonesia.

Latar Belakang Keistimewaan Yogyakarta

Keistimewaan Yogyakarta berakar dari sejarah berdirinya Kesultanan Yogyakarta pada tahun 1755 melalui Perjanjian Giyanti. Perjanjian ini membagi Kerajaan Mataram menjadi dua: Kesultanan Yogyakarta yang dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono I dan Kasunanan Surakarta.

Sejak saat itu, Kesultanan Yogyakarta memainkan peran penting sebagai pusat kebudayaan dan kekuasaan tradisional di wilayah Jawa.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII dengan tegas menyatakan dukungan mereka terhadap Republik Indonesia. Melalui Amanat 5 September 1945, keduanya menyatakan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman bergabung dengan Republik Indonesia.

Selama masa revolusi, Yogyakarta juga menjadi ibu kota sementara Indonesia (1946–1949) saat Jakarta diduduki oleh Belanda. Peran ini semakin memperkuat posisi strategis dan simbolis Yogyakarta dalam sejarah bangsa.

Proses Penetapan sebagai Daerah Istimewa

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950

Keistimewaan Yogyakarta secara resmi diakui dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. UU ini menetapkan bahwa Yogyakarta memiliki pemerintahan daerah yang unik, di mana Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualaman memiliki posisi sebagai kepala daerah secara turun-temurun.

Penguatan Melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012

Status keistimewaan Yogyakarta semakin diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Undang-undang ini menegaskan otonomi khusus DIY dalam beberapa aspek, termasuk:

  • Pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur: Sultan Hamengkubuwono dan Adipati Pakualaman otomatis menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
  • Pengelolaan kebudayaan: DIY memiliki kewenangan khusus dalam melestarikan budaya lokal.
  • Pertanahan: Sultan Ground dan Pakualaman Ground diatur berdasarkan aturan lokal DIY.

Alasan Keistimewaan Yogyakarta

Tradisi Monarki yang Terintegrasi dengan Republik

Yogyakarta memiliki tradisi monarki yang kuat, tetapi secara sukarela berintegrasi dengan Republik Indonesia. Hal ini menjadikan Yogyakarta unik dibandingkan dengan daerah lain yang menerapkan sistem pemerintahan modern.

Peran Strategis dalam Sejarah Bangsa

Selain menjadi ibu kota sementara Indonesia, Yogyakarta juga menjadi pusat perjuangan melawan kolonialisme, baik secara fisik maupun diplomatik.

Kekayaan Budaya

Sebagai pusat kebudayaan Jawa, Yogyakarta memiliki warisan budaya yang kaya, mulai dari tradisi keraton, seni, hingga pariwisata. Keistimewaan ini memungkinkan DIY untuk mengelola budaya lokalnya secara mandiri.

Implikasi Keistimewaan DIY sebagai Daerah Otonomi Khusus

Keistimewaan DIY memberikan kewenangan otonomi khusus yang berbeda dari provinsi lainnya di Indonesia. Beberapa implikasi keistimewaan ini meliputi:

  1. Kepemimpinan Tradisional: Sistem pemerintahan DIY tetap mempertahankan tradisi dengan melibatkan Sultan dan Adipati.
  2. Pengelolaan Pertanahan: Keberadaan Sultan Ground dan Pakualaman Ground memberikan pengaruh besar terhadap tata ruang dan pengelolaan tanah di DIY.
  3. Pendidikan dan Budaya: DIY menjadi pusat pendidikan dan kebudayaan, dengan institusi seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan berbagai seni tradisional yang dilestarikan.