JAKARTA - Yogyakarta merupakan salah satu daerah istimewa di Indonesia yang memiliki status khusus, yakni Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Status ini diberikan karena peran sejarah dan budaya yang unik serta kontribusi besar Yogyakarta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Berikut ini sejarah penetapan Yogyakarta sebagai daerah otonomi khusus di Indonesia.
Keistimewaan Yogyakarta berakar dari sejarah berdirinya Kesultanan Yogyakarta pada tahun 1755 melalui Perjanjian Giyanti. Perjanjian ini membagi Kerajaan Mataram menjadi dua: Kesultanan Yogyakarta yang dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono I dan Kasunanan Surakarta.
Sejak saat itu, Kesultanan Yogyakarta memainkan peran penting sebagai pusat kebudayaan dan kekuasaan tradisional di wilayah Jawa.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII dengan tegas menyatakan dukungan mereka terhadap Republik Indonesia. Melalui Amanat 5 September 1945, keduanya menyatakan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman bergabung dengan Republik Indonesia.
Selama masa revolusi, Yogyakarta juga menjadi ibu kota sementara Indonesia (1946–1949) saat Jakarta diduduki oleh Belanda. Peran ini semakin memperkuat posisi strategis dan simbolis Yogyakarta dalam sejarah bangsa.
Keistimewaan Yogyakarta secara resmi diakui dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. UU ini menetapkan bahwa Yogyakarta memiliki pemerintahan daerah yang unik, di mana Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualaman memiliki posisi sebagai kepala daerah secara turun-temurun.
Status keistimewaan Yogyakarta semakin diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Undang-undang ini menegaskan otonomi khusus DIY dalam beberapa aspek, termasuk:
Yogyakarta memiliki tradisi monarki yang kuat, tetapi secara sukarela berintegrasi dengan Republik Indonesia. Hal ini menjadikan Yogyakarta unik dibandingkan dengan daerah lain yang menerapkan sistem pemerintahan modern.
Selain menjadi ibu kota sementara Indonesia, Yogyakarta juga menjadi pusat perjuangan melawan kolonialisme, baik secara fisik maupun diplomatik.
Sebagai pusat kebudayaan Jawa, Yogyakarta memiliki warisan budaya yang kaya, mulai dari tradisi keraton, seni, hingga pariwisata. Keistimewaan ini memungkinkan DIY untuk mengelola budaya lokalnya secara mandiri.
Keistimewaan DIY memberikan kewenangan otonomi khusus yang berbeda dari provinsi lainnya di Indonesia. Beberapa implikasi keistimewaan ini meliputi: