JAKARTA - Pemindahan narapidana narkotika Mary Jane Veloso ke Filipina dan napi Bali Nine ke Australia pada Desember ini, dilakukan melalui diskresi Presiden Prabowo Subianto
Sebab, Indonesia masih belum mempunyai payung hukum atau undang-undang yang mengatur proses pemindahan narapidana (transfer of prisoner) ke negara asal
"Ini adalah satu kebijakan yang ditempuh oleh Presiden, berpaku kepada beberapa konvensi walaupun belum kita ratifikasi," kata Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza dikutip Kamis, 12 Desember 2024.
"Sampai hari ini sebenarnya aturan hukum tertulis tentang transfer personal narapidana itu belum ada. Karena itu presiden menggunakan diskresi kebijakan yang ada pada beliau," imbuhnya.
Meski bersifat diskresi, Yusril menegaskan jika hal tersebut tetap memiliki kekuatan hukum dan dapat dibenarkan dari sisi administrasi negara.
"Dengan mempertimbangkan berbagai konvensi praktik penyelenggaraan negara dan asas umum pemerintahan yang baik. Karena itu dapat dibenarkan dari sebuah pandang hukum administrasi negara," jelasnya.
Sebelumnya pemerintah telah mengumumkan rencana pemindahan napi narkoba asal Filipina, Mary Jane Veloso. Yusril juga telah meneken kesepakatan pemindahan Mary Jane Veloso ke Filipina sebelum Natal 2024.
Kesepakatan itu ditandatangani dalam pertemuannya dengan Wamen Departemen Kehakiman Filipina Raul Vasquez pada 6 Desember 2024 di kantor Kemenko Kumham Imipas, Jakarta.
Melalui dokumen ini, pemerintah Indonesia memutuskan tidak memberi grasi untuk Mary Jane, namun setuju untuk memulangkannya ke Filipina. Yusril dan Raul sepakat bakal memulangkan Mary Jane sebelum hari raya Natal atau 25 Desember 2024.
"Kita tidak memberikan pengampunan atau grasi pada terpidana (Mary Jane). Tapi, kita sepakat untuk memulangkan yang bersangkutan ke Filipina," ujarnya.
Sebelumnya, Komisi XIII DPR mengingatkan payung hukum yang bakal menjadi dasar transfer of prisoner di tengah rencana pemerintahan Prabowo menggolkan rencana pemindahan Mary Jane Veloso ke Filipina sebelum hari raya natal tahun ini.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR Andreas Hugo Pareira mengatakan belum ada payung hukum yang menjadi dasar pemindahan napi yang menjalani pidana di Indonesia ke negara asal. Menurutnya harus ada aturan hukum yang berkaitan dengan undang-undang.
"Bahwa ada niat atau keinginan melakukan pemindahan transfer of prisoner adalah satu hal yang berkaitan dengan keinginan dan niat baik pemerintah kemudian juga menyangkut hubungan diplomasi. Mungkin ada kesepakatan yang sudah dibuat antara pemerintah," ujar Andreas saat bersama rombongan Komisi XIII DPR kunker ke Lapas Kerobokan, Badung, Bali, Jumat 6 Desember 2024.
"Tapi dari pihak kita tentu kita harus mempunyai hukum positif yang berkaitan dengan itu. Dalam hal ini bahwa mereka memiliki kekuatan hukum tetap, dan kekuatan hukum tetap itu harus dihormati. Oleh karena itu, kita harus melakukan aturan main yang berkaitan dengan Undang-undang di situ peraturan yang menjadi payung untuk kemudian melakukan transfer," lanjut politikus PDIP itu.
Dia pun merespons keinginan pemerintahan Prabowo agar Mary Jane bisa dipindahkan sebelum hari raya natal pada 25 Desember tahun ini ke Filipina. Menurutnya, sebaiknya pemerintah jangan terburu-buru selama belum ada payung hukumnya.
"Kalau sebelum Natal itu kan keinginan, tetapi keinginan itu juga harus didasari oleh aturan yang melandasi itu. Kalau tidak kita melanggar hukum kita sendiri," jelasnya.
Selain Mary Jane, pemerintahan Prabowo juga menyepakati pemindahan lima napi narkoba jaringan Bali Nine yang tersisa ke Australia. Serupa Mary Jane, lagi-lagi Andreas mengingatkan agar pemerintahan Prabowo menunggu payung hukum yang menjadi dasar transfer of prisoner itu ada dulu sebelum melangkah lebih jauh.
"Kita membuat itu aturan main itu dan tidak harus buru-buru juga," ujarnya.