M. Habib Saifullah | Jum'at, 13/12/2024 12:50 WIB
Ilustrasi peristiwa krisis kemanusiaan di Nanking (Foto: REUTERS)
JAKARTA - Pembantaian Nanking terjadi dalam konteks Perang Tiongkok-Jepang Kedua (1937–1945), yang merupakan bagian dari konflik yang lebih luas menjelang Perang Dunia II.
Berikut ini faktor-faktor utama yang melatarbelakangi tragedi Nanking:
-
Ekspansi Jepang di Asia Timur:
- Jepang, sebagai kekuatan militer yang sedang berkembang, berusaha memperluas wilayah kekuasaannya di Asia Timur.
- Pada tahun 1937, Jepang melancarkan serangan besar-besaran ke Tiongkok, dengan tujuan untuk menduduki wilayah-wilayah penting, termasuk kota strategis seperti Nanking.
-
Pertempuran Shanghai:
- Sebelum menduduki Nanking, pasukan Jepang terlibat dalam Pertempuran Shanghai yang berlangsung dari Agustus hingga November 1937.
- Pertempuran ini berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan Jepang dan menyebabkan banyak kerugian di pihak Jepang, sehingga pasukannya memasuki Nanking dengan semangat balas dendam.
-
Kelemahan Tiongkok:
- Pemerintah Tiongkok, yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek, menghadapi tekanan besar dari invasi Jepang dan konflik internal dengan pasukan Komunis Tiongkok.
- Ketidakmampuan militer Tiongkok mempertahankan Nanking membuat kota ini jatuh dengan cepat ke tangan Jepang pada Desember 1937.
Peristiwa Pembantaian Nanking
Setelah pasukan Jepang berhasil memasuki Nanking pada 13 Desember 1937, mereka melancarkan serangkaian tindakan kekerasan yang berlangsung selama enam minggu. Berikut adalah gambaran dari kekejaman yang terjadi:
-
Eksekusi Massal:
- Pasukan Jepang mengeksekusi lebih dari 300.000 warga sipil dan tentara Tiongkok yang telah menyerah.
- Korban sering kali digiring dalam kelompok besar ke tepi sungai atau lokasi terbuka lainnya untuk dibunuh dengan senjata api, bayonet, atau pedang samurai.
-
Kekerasan Seksual:
- Diperkirakan lebih dari 20.000 perempuan, termasuk anak-anak dan lansia, mengalami kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan massal.
- Banyak perempuan yang dibunuh setelah diperkosa, dan beberapa bahkan disiksa secara brutal sebelum dibunuh.
-
Kehancuran Kota:
- Rumah, sekolah, dan fasilitas umum di Nanking dihancurkan atau dijarah oleh tentara Jepang.
- Kota ini berubah menjadi puing-puing dalam waktu singkat, dengan kerugian ekonomi yang sangat besar.
-
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan:
- Tindakan kejam ini dilakukan tanpa pandang bulu, baik terhadap warga sipil maupun tahanan perang, menjadikan peristiwa ini sebagai salah satu contoh nyata kejahatan perang.
Pelaku dan Tokoh yang Terlibat
Pelaku Utama
-
Jenderal Iwane Matsui:
- Ia adalah komandan utama pasukan Jepang yang memimpin invasi ke Nanking.
- Matsui dianggap bertanggung jawab atas tindakan pasukannya, meskipun ia mengaku tidak memberikan perintah langsung untuk pembantaian.
- Ia dihukum mati oleh Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh pada tahun 1948 atas kejahatan perang.
-
Pangeran Asaka Yasuhiko:
- Seorang anggota keluarga kekaisaran Jepang yang bertugas sebagai komandan kehormatan di Nanking.
- Meskipun perannya kontroversial, banyak yang percaya bahwa Asaka memberikan izin tidak langsung untuk melakukan kekejaman tersebut.
-
Pasukan Kekaisaran Jepang:
- Pasukan garis depan Jepang, yang terdiri dari ribuan tentara, secara langsung melakukan eksekusi, pemerkosaan, dan penjarahan di Nanking.
Tokoh yang Berusaha Membantu
-
John Rabe:
- Seorang warga negara Jerman yang bekerja di Nanking dan merupakan anggota Partai Nazi.
- Ia memimpin upaya untuk membentuk Zona Aman Nanking, yang melindungi lebih dari 200.000 warga sipil.
- Rabe dikenal sebagai "Schindler dari Nanking" karena keberaniannya melindungi nyawa penduduk sipil di tengah kekejaman Jepang.
-
Minnie Vautrin:
- Seorang misionaris Amerika yang bekerja di Ginling College di Nanking.
- Ia melindungi ribuan perempuan dari pemerkosaan dan kekerasan dengan menjadikan kampus tempatnya bekerja sebagai tempat perlindungan.
-
Tang Shengzhi:
- Seorang jenderal Tiongkok yang ditugaskan mempertahankan Nanking tetapi mundur sebelum kota jatuh.
- Meskipun tindakannya sering dikritik, ia tetap menjadi bagian penting dari perlawanan awal Tiongkok terhadap invasi Jepang.