JAKARTA - Dalam kehidupan, tak jarang seseorang menghadapi situasi yang menyakitkan, memunculkan keinginan untuk membalas dendam. Namun, bagaimana Islam memandang tindakan ini? Apakah balas dendam diperbolehkan, atau justru dianjurkan untuk memaafkan? Berikut ini adalah penjelasan tentang konsep balas dendam yang ditinjau dari perspektif Islam.
Islam mengakui adanya kebutuhan manusia untuk mendapatkan keadilan. Dalam beberapa situasi, balas dendam dapat menjadi bagian dari proses menegakkan keadilan. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur`an:
“Balasan suatu keburukan adalah keburukan yang setimpal. Akan tetapi, siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang zalim.” (QS. Asy-Syura: 40)
Baca juga :
Balas Dendam Terbaik Menurut Ajaran Islam
Ayat ini menegaskan bahwa balasan setimpal diizinkan, namun memaafkan adalah jalan yang lebih mulia.
Islam menegaskan pentingnya keadilan dalam membalas suatu perbuatan. Balas dendam yang melampaui batas dianggap sebagai tindakan zalim.
“Jika kamu membalas, balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Sungguh, jika kamu bersabar, hal itu benar-benar lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS. An-Nahl: 126)
Balas dendam yang dilandasi kebencian atau dendam mendalam sering kali merusak hati. Islam mengajarkan untuk menjaga hati dari sifat-sifat buruk ini.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memaafkan, karena memaafkan memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seseorang memaafkan kesalahan orang lain, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim)
Pengampunan juga menjadi cerminan ketakwaan seseorang. Dengan memaafkan, seseorang tidak hanya membebaskan hati dari kebencian, tetapi juga mendekatkan diri kepada Allah.
Ali bin Abi Thalib RA memberikan perspektif yang penuh kebijaksanaan tentang balas dendam. Ia berkata:
“Balas dendam terbaik adalah menjadikan diri lebih baik.”
Ucapan ini mengajarkan bahwa alih-alih terjebak dalam lingkaran dendam, seseorang sebaiknya fokus pada pengembangan diri, baik dari segi moral, spiritual, maupun kemampuan.
Salah satu contoh terbesar pengampunan adalah ketika Rasulullah SAW membebaskan Kota Makkah. Meski pernah dianiaya dan diusir oleh penduduk Quraisy, beliau tidak membalas dendam. Sebaliknya, Rasulullah berkata:
“Pergilah kalian, kalian bebas.”
Ketika Nabi Yusuf AS dipertemukan kembali dengan saudara-saudaranya yang pernah mencelakainya, beliau memilih untuk memaafkan. Sikap ini tercermin dalam ayat:
“Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian. Semoga Allah mengampuni kalian, dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Yusuf: 92)
Balas dendam hanya akan memperpanjang rantai kebencian, sementara memaafkan membawa ketenangan batin.
Memaafkan adalah ibadah yang mendatangkan pahala besar, bahkan dijanjikan kedudukan tinggi di surga.
Sikap pemaaf mencerminkan kebijaksanaan dan keteladanan yang bisa menginspirasi orang lain.