SEMARANG – Indonesia mencatat inflasi umum tahunan 2024 terendah sejak 1958. Rendahnya tingkat inflasi turut dipengaruhi penurunan harga pangan yang lebih stabil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Terkait itu, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan capaian tersebut menjadi stimulus positif bagi pihaknya. Ia pun berkomitmen akan terus mempertajam masifikasi intervensi pemerintah bersama segenap stakeholder pangan.
"Kita patut bersyukur bahwa inflasi kita sepanjang 2024, termasuk volalite food, lebih stabil. Ini tentunya berkat perjuangan banyak stakeholder pangan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD hingga asosiasi," ujar Arief usai meninjau Gudang Perum Bulog Tambak Aji, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (3/1/2025).
Adapun menurut rilis Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, tingkat inflasi umum secara tahunan di Desember 2024 berada di 1,54 persen. Angka ini menunjukkan perekonomian masih dalam kondisi yang baik karena berada di kisaran target inflasi yang ditetapkan pemerintah, yaitu pada rentang 1,5 persen hingga 3,5 persen. Angka tersebut juga dikatakan merupakan yang terendah sejak BPS pertama kali menghitung inflasi sejak 66 tahun lalu, tepatnya di tahun 1958.
Sementara inflasi komponen volatile food atau inflasi pangan secara tahunan di 2024 ditutup di angka 0,12 persen. Ini cukup menggembirakan dikarenakan pada tahun lalu ditutup di angka yang lebih tinggi yakni 6,73 persen dan di tahun 2022 pun ditutup di angka 5,61 persen.
"Inflasi pangan pergerakannya sepanjang 2024 lebih stabil. Bisa dilihat pada triwulan awal, sempat naik tinggi. Namun berkat kerja keras dan strategi intervensi pemerintah secara kolaboratif, inflasi pangan bisa terus kita tekan sampai seperti ini," terang Arief.
Secara historis, pergerakan inflasi pangan secara tahunan di 2024 diawali dengan eskalasi indeks dari Januari sampai Maret yaitu dari 7,22 persen sampai 10,33 persen. Kendati demikian, tingkat inflasi pangan berhasil terus ditekan sampai penghujung tahun 2024. Sementara pada 2023, inflasi pangan sempat berada meninggi di 2 titik kulminasi, yakni pada Februari 2023 di 7,62 persen dan November 2023 di 7,59 persen.
Arief pun menjabarkan berbagai upaya untuk membantu pengendalian inflasi yang digenjot selama 2024. Melalui program Gerakan Pangan Murah (GPM), realisasi di 2024 menjadi yang paling intens frekuensinya. Di 2022, GPM digelar di 442 titik yang tersebar 30 provinsi dan 10 kabupaten/kota.
Sementara pelaksanaan GPM sepanjang 2023 semakin intensif dan mengalami kenaikan pesat lebih dari 3 kali lipat menjadi sebanyak 1.626 kali di 36 provinsi dan 324 kabupaten/kota. Selanjutnya, pada 2024, GPM mengalami kinerja yang progresif. Capaiannya kian melesat pesat hingga mencapai 9.529 kali di 38 provinsi dan 480 kabupaten/kota per 27 Desember 2024.
Strategi intervensi lainnya dilaksanakan dalam bentuk program Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP) berupa NFA menanggung biaya transportasi atas skema pengiriman pasokan pangan dari daerah surplus ke defisit. Tahun 2024, telah terlaksana sebanyak 750 ribu kilogram (kg) per 27 Desember 2024.
Penyebaran Kios Pangan sebagai alternatif masyarakat dalam mengakses pangan pokok strategis yang berkualitas dengan harga terjangkau juga terus digalakkan bersama pemerintah daerah. Per 27 Desember 2024, telah tersedia sebanyak 452 unit Kios Pangan.
NFA pun berkolaborasi bersama Perum Bulog dalam pelaksanaan program bantuan pangan beras dan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). SPHP beras di 2024 telah mencapai 1,399 juta ton atau 99,94 persen dari target 1,4 juta ton. Kemudian SPHP jagung untuk membantu kalangan peternak unggas telah dikucurkan total 303 ribu ton.
Untuk realisasi bantuan pangan beras di 2024 telah terlaksana total 9 bulan alokasi kepada 22 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP). Total sebanyak 1,9 juta ton didistribusikan Bulog ke masyarakat di seluruh penjuru Indonesia. Atas program tersebut, BPS pada Juni 2024 meneguhkan bantuan pangan beras menjadi salah satu program pemerintah yang ikut berkontribusi terhadap penurunan angka kemiskinan.