JAKARTA - Surah Al-Baqarah, yang berarti "Sapi Betina", merupakan surah terpanjang dalam Al-Qur`an dan menyimpan berbagai kisah penuh hikmah. Salah satu kisah yang paling terkenal adalah tentang perintah Allah kepada Bani Israil untuk menyembelih seekor sapi betina. Namun, pernahkah terpikir siapa sebenarnya pemilik sapi tersebut?
Surah Al-Baqarah dinamakan demikian karena di dalamnya terdapat kisah tentang sapi betina. Tersebutlah seorang hartawan di kalangan Bani Israil yang tidak memiliki anak sebagai pewaris. Akibatnya, banyak kerabat yang mengincar warisannya. Hingga akhirnya, sang hartawan ditemukan tewas di depan sebuah rumah penduduk. Sepupunya yang pertama kali menemukan mayat tersebut, sehingga menimbulkan kegemparan di seluruh kampung.
Spekulasi pun bermunculan, ada yang menduga bahwa sang sepupu adalah pelaku pembunuhan, sementara yang lain menuduh pemilik rumah tempat jasad ditemukan. Di tengah kekacauan tersebut, seorang pria saleh yang cerdas mengusulkan agar mereka bertanya kepada Nabi Musa untuk mendapatkan petunjuk.
Maka, Nabi Musa pun memanjatkan doa dan memohon wahyu dari Allah untuk mengungkap misteri ini. Allah kemudian memerintahkan Bani Israil untuk menyembelih seekor sapi betina. Namun, mereka enggan menaati perintah tersebut dan terus mengajukan pertanyaan untuk mengulur waktu.
Allah kemudian memberikan kriteria khusus tentang sapi yang harus disembelih: tidak tua dan tidak muda, berwarna kuning keemasan, serta tidak memiliki cacat. (QS. Al-Baqarah: 67–71). Jika sejak awal mereka menaati perintah tanpa banyak bertanya, tentu mereka dapat menyembelih sapi mana pun. Namun, karena terus mempertanyakan, akhirnya mereka harus mencari sapi dengan kriteria langka.
Di tempat lain, hiduplah seorang pria saleh yang sebelum wafatnya menitipkan seekor anak sapi betina kepada Allah untuk anaknya yang masih kecil. Ia berdoa, “Ya Rabb, aku titipkan anak sapi ini untuk anakku sampai ia dewasa nanti.” Doanya dikabulkan, dan sapi tersebut tumbuh besar dalam perlindungan Allah, selalu bersembunyi ketika ada orang yang ingin menangkapnya.
Bertahun-tahun kemudian, anak dari pria saleh tersebut tumbuh menjadi pemuda yang sangat berbakti kepada ibunya. Setiap hari, ia mencari kayu bakar untuk dijual, lalu membagi hasilnya menjadi tiga bagian: satu untuk sedekah, satu untuk kebutuhan sehari-hari, dan satu lagi untuk ibunya. Bahkan, ia membagi malamnya menjadi tiga bagian: sepertiga untuk tidur, sepertiga untuk ibadah, dan sepertiga untuk menemani ibunya, sebagaimana disebutkan dalam berbagai tafsir, seperti Tafsir Ibnu Katsir dan Al-Kashshaaf karya Az-Zamakhsyari.
Suatu hari, sang ibu memberi tahu bahwa ayahnya telah mewariskan seekor sapi yang ia titipkan kepada Allah di hutan. Ia pun mencari sapi tersebut dan menemukannya setelah berdoa dengan menyebut nama para nabi. Dengan izin Allah, sapi itu datang mendekat dan bahkan berbicara, tetapi pemuda tersebut tetap menggiringnya pulang sesuai pesan ibunya.
Ibunya kemudian menyuruhnya menjual sapi di pasar seharga tiga dinar, tetapi tidak boleh dijual tanpa persetujuannya. Saat di pasar, Allah mengutus malaikat dalam bentuk manusia untuk menguji pemuda tersebut. Malaikat menawarkan harga yang jauh lebih tinggi tetapi dengan syarat tidak meminta izin ibunya. Pemuda itu menolak dan kembali ke rumah untuk meminta restu.
Ketika pemuda itu kembali kepada ibunya, sang ibu menyadari bahwa ini adalah ujian dari Allah. Ia pun meminta putranya untuk menunggu, karena sapi ini kelak akan dibeli oleh Nabi Musa. Benar saja, Bani Israil akhirnya membeli sapi tersebut dengan harga emas seberat tubuh sapi itu.
Setelah sapi itu disembelih sesuai perintah Allah, Nabi Musa mengambil sebagian tubuhnya dan memukulkannya ke jasad si hartawan. Dengan izin Allah, mayat itu hidup kembali dan mengungkap siapa pembunuhnya. Ternyata, pelakunya adalah kerabat dekat yang ingin segera mendapatkan warisan. Setelah mengungkap kebenaran, jasad itu kembali tak bernyawa.
Kisah sapi betina dalam Surah Al-Baqarah bukan hanya tentang sebuah perintah biasa, tetapi sarat dengan pelajaran berharga:
Ketaatan Tanpa Keraguan
Bani Israil menunjukkan sifat yang suka berdebat sebelum menaati perintah Allah, berbeda dengan pemuda pemilik sapi yang menunjukkan sikap tawakal dan kesabaran.
Keberkahan dari Kebaikan Orang Tua
Kesalehan ayah pemuda tersebut berbuah kebaikan bagi anaknya. Ini mengajarkan bahwa doa dan amal baik orang tua dapat menjadi perlindungan dan rezeki bagi keturunannya.
Kesabaran Mendatangkan Keuntungan
Jika pemuda itu tergoda untuk menjual sapinya lebih awal, mungkin ia tidak akan mendapatkan keuntungan besar. Namun, kesabarannya justru membawanya pada rezeki yang tak terduga.
Kisah sapi betina dalam Surah Al-Baqarah mengandung banyak hikmah yang tetap relevan hingga kini. Pemilik sapi, seorang pemuda yatim yang taat dan sabar, menjadi simbol bahwa keimanan yang kuat selalu membawa keberkahan.
Pelajaran penting dari kisah ini adalah bahwa menaati perintah Allah tanpa banyak berdalih akan membawa manfaat besar, sementara kesalehan dan doa orang tua dapat menjadi investasi berharga bagi anak-anaknya.