• News

Warga Suriah Gelar Konser Peringati Sebulan Penggulingan Rezim Al-Assad

Tri Umardini | Jum'at, 10/01/2025 02:01 WIB
Warga Suriah Gelar Konser Peringati Sebulan Penggulingan Rezim Al-Assad Seorang wanita mengangkat bendera yang diadopsi oleh penguasa baru Suriah, saat orang-orang merayakan di Damaskus, Suriah. (FOTO: REUTERS)

JAKARTA - Sudah sebulan sejak Bashar al-Assad digulingkan, mengakhiri lebih dari lima dekade kekuasaan keluarganya di Suriah dan hampir 14 tahun perang saudara.

Al-Assad melarikan diri ke Rusia pada tanggal 8 Desember dan tidak terlihat lagi sejak saat itu.

Pada Rabu malam (8/1/2025), ribuan orang menghadiri konser di ibu kota Damaskus untuk merayakan pemberontakan, hari yang menurut sebagian warga Suriah tidak akan pernah datang.

Melaporkan dari Damaskus, editor diplomatik Al Jazeera James Bays mengatakan orang-orang berkumpul di pusat basket di jantung kota untuk konser perayaan, yang menandai satu bulan relatif tenang dan stabil.

“Ada perasaan gembira yang nyata di sini tepat satu bulan setelah jatuhnya al-Assad,” katanya.

"Di luar stadion ini, Anda sebenarnya melihat poster besar al-Assad, tetapi sekarang Anda hanya bisa melihat rambut dan dahinya. Sisanya telah dirobek karena rezimnya, tentaranya, dan seluruh aparatnya... dirobek tepat satu bulan yang lalu," tambahnya.

Bays mengatakan hasil dari konser tersebut akan disumbangkan kepada sejumlah LSM terkemuka, termasuk White Helmets – pasukan pertahanan sipil yang beroperasi selama rezim al-Assad untuk menyelamatkan orang-orang dari reruntuhan ketika terjadi pemboman oleh angkatan udara Suriah dan Rusia.

Di Damaskus, banyak warga Suriah juga menantikan negara baru. “Saya berharap masa depan akan lebih baik. Tidak ada kehidupan di bawah al-Assad. Kami takut padanya dan pasukannya,” kata Nada Daye, seorang warga Suriah seperti dikutip dari Al Jazeera.

Mamoun Nahlawi, seorang pemilik toko buku, mengatakan perekonomian kini harus dibuka kembali setelah bertahun-tahun dikenai sanksi oleh Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya.

“Sanksi harus dicabut. Jika tidak, masyarakat tidak akan merasakan dampak positifnya. Masyarakat dipermalukan selama pemerintahan al-Assad,” katanya.

Suriah merupakan salah satu negara yang paling banyak mendapat sanksi di dunia dan pemerintahan baru negara tersebut, yang dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa, tengah berupaya mengubah hal tersebut. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menggelar pertemuan pertamanya tahun ini pada hari Rabu, dengan fokus pada masalah tersebut.

Melaporkan dari markas besar PBB di New York, Gabriel Elizondo dari Al Jazeera mengatakan DK PBB mendorong agar sanksi dicabut pada pertemuan tersebut.

Geir Pedersen, utusan khusus PBB untuk Suriah, juga menyampaikan pada pertemuan DK PBB bahwa “bekerja pada transisi politik yang inklusif” akan membantu memastikan bahwa Suriah “dengan cepat menerima dukungan ekonomi yang sangat dibutuhkannya, yang pada gilirannya memerlukan penghentian sanksi secara lancar”.

Elizondo mencatat bahwa Tom Fletcher, wakil sekretaris jenderal urusan kemanusiaan PBB, juga mengatakan kepada DK PBB bahwa sanksi tidak boleh menghalangi dukungan kemanusiaan ke negara tersebut.

Dalam beberapa minggu mendatang, konferensi nasional untuk membahas transisi Suriah menuju demokrasi akan dimulai.

Sementara itu, pejabat AS juga telah memulai pembicaraan dengan Qatar dan Uni Emirat Arab tentang pelonggaran pembatasan keuangan terhadap Damaskus, asalkan pemerintah baru memutuskan hubungan dengan Rusia dan Iran, dan menawarkan stabilitas politik. (*)