JAKARTA - Kisah Nabi Musa (AS) menjadi salah satu cerita yang penuh hikmah dan keajaiban dalam sejarah Islam. Sejak kelahirannya, Nabi Musa telah menghadapi tantangan besar, terutama karena ancaman dari Firaun, penguasa Mesir yang dikenal kejam.
Dalam Al-Qur`an, Allah SWT menggambarkan bagaimana keajaiban terjadi dalam hidup Nabi Musa sejak ia masih bayi, termasuk saat dihanyutkan di sungai dan ditemukan oleh Sayyidah Asiyah, istri Firaun.
Pada masa itu, Firaun mengeluarkan perintah untuk membunuh setiap bayi laki-laki dari Bani Israil. Hal ini dilakukan karena Firaun merasa terancam oleh ramalan yang menyebutkan bahwa seorang anak laki-laki dari kaum Bani Israil akan menjadi penyebab runtuhnya kekuasaannya.
Dalam situasi penuh ketakutan, Allah SWT mengilhamkan kepada ibu Nabi Musa untuk menghanyutkan bayinya di sungai Nil agar terhindar dari kekejaman Firaun. Allah berfirman dalam Al-Qur`an:
"Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, `Susuilah dia, dan apabila engkau khawatir terhadapnya, maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Janganlah engkau khawatir dan jangan pula bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul,” (QS. Al-Qasas: 7).
Ketika bayi Musa dihanyutkan di sungai, peti kecil yang berisi dirinya terseret hingga ke istana Firaun. Peti tersebut ditemukan oleh para pelayan istana dan kemudian dibawa kepada Sayyidah Asiyah. Begitu melihat bayi Musa, Sayyidah Asiyah merasa cinta dan kasih sayang yang mendalam.
Ia memohon kepada Firaun agar bayi tersebut tidak dibunuh, melainkan diangkat sebagai anak angkat mereka. Dalam Al-Qur`an, disebutkan bahwa Sayyidah Asiyah berkata kepada Firaun:
"Dia adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita jadikan dia sebagai anak." (QS. Al-Qasas: 9).
Berkat kebijaksanaan dan keberanian Sayyidah Asiyah, bayi Musa diselamatkan dari kematian. Ia pun dibesarkan di istana Firaun, meski sebenarnya ia adalah bagian dari kaum yang diperbudak oleh Firaun.
Sayyidah Asiyah berperan penting dalam kehidupan Nabi Musa selama masa kecilnya. Meskipun tinggal di lingkungan istana yang penuh dengan kesombongan dan kekejaman Firaun, Nabi Musa tumbuh dengan penuh kasih sayang di bawah perlindungan Sayyidah Asiyah. Ia menjaga Musa dengan penuh perhatian dan memberikan pengaruh kebaikan yang besar pada masa-masa awal kehidupan nabi besar ini.
Kemuliaan Sayyidah Asiyah tidak hanya tercermin dalam tindakan menyelamatkan Musa, tetapi juga dalam keimanannya yang teguh kepada Allah SWT. Meskipun hidup di bawah kekuasaan suaminya, yang mengaku sebagai Tuhan, Sayyidah Asiyah tetap memelihara keyakinannya kepada Allah yang Maha Esa. Keimanannya begitu kokoh sehingga ia berani menentang Firaun secara diam-diam.
Keimanan Sayyidah Asiyah diuji ketika ia akhirnya mengungkapkan keyakinannya kepada Allah SWT. Ketika Firaun mengetahui hal ini, ia marah besar dan memerintahkan agar istrinya disiksa dengan kejam. Namun, Sayyidah Asiyah tetap sabar dan tidak goyah dalam keimanannya. Dalam Al-Qur`an, Allah SWT mengabadikan doa yang dipanjatkan oleh Sayyidah Asiyah:
"Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, serta selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." (QS. At-Tahrim: 11).
Sayyidah Asiyah adalah salah satu dari empat wanita yang disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW sebagai wanita paling mulia di dunia, selain Maryam binti Imran (ibu Nabi Isa), Khadijah binti Khuwailid (istri Nabi Muhammad), dan Fatimah az-Zahra (putri Nabi Muhammad). Keberaniannya dalam menyelamatkan Musa dan keteguhannya dalam mempertahankan keimanan menjadi teladan bagi umat Islam sepanjang masa.