PALEMBANG - Pemerintah akan mengatur pola intervensi stabilisasi pangan guna menjaga momentum panen raya semester I/2025. Pengaturan intervensi berupa Gerakan Pangan Murah (GPM) dan penyaluran bantuan pangan (banpang) beras ini bertujuan untuk menyeimbangkan pasokan dan harga, baik di tingkat produsen maupun konsumen.
"Tadi Pak Menko sudah memberikan arahan, mungkin nanti kita akan atur daerah-daerah mana yang belum panen sehingga itu untuk stabilisasi dan juga memberikan bantuan pangan kepada masyarakat yang memerlukan," ujar Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi usai Rakortas Bidang Pangan Provinsi Sumatera Selatan, di Palembang, Senin (13/1/2024).
Menurut Arief, daerah-daerah yang masih rendah kuantum panennya, perlu intervensi berupa GPM mengingat biasanya daerah tersebut cenderung mengalami kenaikan harga. Sumatera Selatan menjadi salah satu provinsi yang mampu menjaga laju inflasi dengan baik. Keberhasilan ini salah satunya merupakan dampak dari pelaksanaan Gerakan Pangan Murah (GPM) secara masif.
"Sumatera Selatan salah satu yang paling aktif menyelenggarakan kegiatan pangan murah. Jadi pangan murah di sini itu 338 kali, jadi sangat frequent," ungkapnya.
Adapun menurut perkiraan BPS, panen raya padi diperkirakan akan terjadi pada Maret-April 2025 mendatang. Estimasi produksi beras menurut Badan Pusat Statistik (BPS) di bulan Januari mencapai 1,2 juta ton dan Februari 2,08 juta ton. Dan diperkirakan akan meningkat pada saat panen raya, di mana produksi bulanan akan berada di atas rata-rata konsumsi bulanan sebesar 2,5 juta ton.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menjelaskan, pemerintah melalui Bulog akan menyerap hasil panen petani sesuai harga yang ditetapkan pemerintah.
"Karena Sumatera Selatan Sudah mulai panen, dan nanti Februari Maret akan panen raya maka yang paling penting harga gabah yang sudah naik dari 6.000 jadi 6.500 harus bisa dibeli. Kalau pasar tidak nyerap maka pemerintah yang akan beli, perintah Bapak Presiden begitu, dengan harga Rp6.500/kg," jelas Zulhas.
Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dari Rp6.000/kg menjadi Rp6.500/kg. Kebijakan ini tertuang melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan rafaksi gabah dan beras yang berlaku mulai 15 Januari 2025.
Tidak hanya beras, pemerintah juga akan menaikkan Harga Acuan Pembelian (HAP) di tingkat produsen dari Rp5.000/kg menjadi Rp5.500/kg yang akan berlaku pada Februari 2025 mendatang. Hal ini dilakukan untuk menyongsong panen raya jagung yang diperkirakan pada Maret mendatang sehingga petani dan peternak bisa semakin bersemangat dalam berproduksi.
Untuk itu Arief menekankan pentingnya pemerintah daerah bisa menyerap hasil panen petani jagung sesuai HAP dan dijual dengan harga yang baik kepada peternak.
"Jadi kalau ada peternak di sini, perintahnya Pak Menko itu belinya Rp5.500 per kg, dan jualnya lelang kalau bisa sampai Rp4.500 per kg. Jadi kalau nanti para Kadis yang berkaitan dengan pertanian dan pangan, jagung dibeli dengan harga 5,5 dan dijual lebih rendah," tutup Arief.