• Info MPR

HNW Ingatkan Pemerintah soal Kewajiban Pendidikan Agama

Agus Mughni Muttaqin | Selasa, 14/01/2025 13:41 WIB
HNW Ingatkan Pemerintah soal Kewajiban Pendidikan Agama Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Hidayat Nur Wahid alias HNW (Foto: Humas MPR)

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Hidayat Nur Wahid meminta pemerintah untuk memastikan bahwa pendidikan agama wajib diberikan kepada anak didik di semua jenjang pendidikan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan kewajiban memberikan pendidikan agama sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.   

HNW sapaan akrabnya secara khusus menyoroti dua kementerian terkait, yakni Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek), untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan putusan MK terbaru terkait UU itu secara utuh dan konsekuen, terutama terkait dengan kewajiban pemberian pendidikan agama kepada anak didik.

“Saya sangat mengapresiasi Mendikdasmen yang telah secara langsung dan tegas terbuka mendukung putusan MK itu. Maka semenstinya Menristekdikti saintek juga mengambil sikap yang sama. Dan menjalankan putusan MK yang final dan mengikat itu secara utuh dan konsekuen,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Senin (13/1).

Hal demikian karena HNW mendapatkan informasi publik dari beberapa pihak, salah satunya dari Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Kota Bandung Dr. Agus Syihabuddin, yang menyampaikan adanya beberapa perguruan tinggi di Bandung yang tidak melaksanakan kewajiban pendidikan agama tersebut secara utuh dan komprehensif. “Ini harus dikoreksi dan diperbaiki untuk dijalankan sesuai dengan putusan MK itu,” ujarnya.

Salah satu informasi yang disampaikan dan diungkapkan ke publik pada awal tahun lalu adalah rencana Institut Teknologi Bandung (ITB) yang akan mengganti pendidikan agama secara tatap muka dan melalui video, serta hanya ada kuliah umum yang dilakukan sekali saja. Sedangkan, di salah satu kampus swasta di Bandung, mata kuliah pendidikan agama Islam (PAI) juga dihilangkan dari kurikulum, serta diganti dengan kuliah umum oleh penceramah dari luar lingkungan universitas.  

“Pola yang disebutkan itu jelas tidak sejalan dengan semangat putusan MK dan UUD NRI 1945 yang mewajibkan pendidikan agama kepada anak didik di segala tingkatan, termasuk hingga ke tingkatan Perguruan Tinggi. Pendidikan agama tetap harus benar-benar diberikan secara komprehensif, bukan hanya sekadar formalitas belaka,” tuturnya.

HNW menegaskan pendidikan agama seharusnya wajib diberikan secara tatap muka dengan waktu yang cukup, sehingga anak didik dapat bertanya dan berdiskusi, serta melihat contoh teladan dari para pengampu mata pelajarwn tersebut. “Ini perlu dilakukan agar nilai-nilai agama dapat terserap dengan baik, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sesuai pasal 31 ayat (3) UUD NRI 1945, yakni meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangkat mencerdasarkan kehidupan bangsa,” ujarnya.

Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menilai bahwa kewajiban pendidikan agama diberikan kepada anak didik harus dilaksanakan secara komprehensif guna memberikan karakter unggul nan tangguh dan positif, sehingga menghadirkan kecerdasan emosional/spiritual dan imunitas agar dapat mengatasi masalah-masalah kriminalitas dan moralitas,  yang belakangan banyak terjadi, karena agama tidak diajarkan dengan baik kepada anak didik.

“Padahal tujuan pendidikan nasional sebagaimana dalam konstitusi itu kalau benar-benar dilaksanakan dan diajarkan dengan baik, akan menjadi modal besar untuk  selamatkan bonus demografi dalam menyongsong Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Oleh karena itu, HNW meminta agar pemerintah untuk fokus untuk memastikan pendidikan agama diberikan kepada anak didik secara komprehensif. “Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Dan bagi Mendikti Saintek untuk memastikan bahwa tidak ada perguruan tinggi yang hanya memberikan pendidikan agama secara formalitas belaka. Dan bila ada yang seperti itu, segera dikoreksi dengan memperkuat kurikulum untuk mata kuliah pendidikan agama,” tutupnya.