JAKARTA - Self-serving bias merupakan kecenderungan seseorang untuk mengaitkan keberhasilan dengan faktor internal, seperti kemampuan atau usaha, sementara kegagalan dikaitkan dengan faktor eksternal, seperti situasi atau orang lain. Bias ini sering muncul sebagai mekanisme untuk melindungi harga diri dan menjaga citra diri yang positif. Meski terkesan wajar, self-serving bias dapat memberikan dampak dan cara seseorang melihat dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya.
Salah satu kelebihan dari self-serving bias ialah kemampuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri. Dengan mengaitkan keberhasilan pada kemampuan pribadi, seseorang cenderung merasa lebih termotivasi dan yakin terhadap kemampuannya. Ini juga dapat membantu seseorang bangkit dari kegagalan karena mereka tidak terlalu keras pada diri sendiri. Dalam konteks sosial, self-serving bias dapat menjadi alat untuk membangun citra positif di mata orang lain, yang bisa bermanfaat dalam hubungan interpersonal atau profesional.
Namun, self-serving bias juga memiliki kekurangan. Salah satu dampaknya adalah menghambat proses pembelajaran dari kegagalan. Ketika seseorang selalu menyalahkan faktor eksternal atas kegagalan, mereka kehilangan kesempatan untuk mengevaluasi diri dan memperbaiki kelemahan.
Selain itu, bias ini dapat merusak hubungan interpersonal karena cenderung menyalahkan orang lain atas kesalahan yang sebenarnya bisa menjadi tanggung jawab bersama. Jika tidak dikelola dengan baik, self-serving bias dapat menciptakan sikap arogan atau menghambat pertumbuhan pribadi.
Untuk menghadapi self-serving bias, langkah pertama ialah meningkatkan kesadaran diri. Seseorang perlu belajar mengenali pola pikirnya dan menyadari kapan mereka cenderung menyalahkan faktor eksternal secara berlebihan. Refleksi yang jujur terhadap keberhasilan dan kegagalan dapat membantu seseorang mengambil tanggung jawab yang seimbang atas hasil yang mereka capai.
Selain itu, penting untuk mencari umpan balik dari orang lain. Mendengarkan perspektif orang lain dapat memberikan sudut pandang yang lebih objektif tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dengan terbuka terhadap kritik, seseorang dapat lebih mudah memahami kontribusi mereka terhadap suatu situasi, baik positif maupun negatif.
Langkah lainnya ialah dengan fokus pada pembelajaran daripada hasil akhir. Alih-alih hanya mencari alasan di balik kesuksesan atau kegagalan, seseorang bisa bertanya, “Apa yang bisa saya pelajari dari ini?” atau “Bagaimana saya bisa meningkatkan diri di masa depan?” Pendekatan ini membantu seseorang tumbuh dan berkembang, tanpa terlalu terjebak pada pola pikir defensif.
Pada akhirnya, self-serving bias menjadi fenomena yang alami dan sering kali tidak disadari. Namun, dengan kesadaran dan upaya yang tepat, seseorang dapat mengelolanya untuk menjaga keseimbangan antara kepercayaan diri dan kerendahan hati. Dengan cara ini, self-serving bias dapat menjadi alat yang bermanfaat, bukan hambatan, dalam perjalanan hidup seseorang.