JAKARTA - Investasi kini menjadi salah satu langkah penting dalam membangun kestabilan keuangan. Namun, pernahkah kita berpikir bahwa Rasulullah Muhammad SAW, selain seorang nabi, juga dikenal sebagai pedagang dan pengelola kekayaan yang bijaksana? Gaya investasi beliau yang penuh nilai spiritual tetap relevan untuk diterapkan di era modern.
Salah satu hal yang unik dari Nabi Muhammad adalah pendekatan beliau dalam mengelola bisnis. Rasulullah bukanlah tipe investor yang menanamkan modal secara langsung, melainkan menarik pemodal untuk mendukung usaha yang beliau jalankan. Dalam riset The Rasulullah Way of Business (2021) dikutip dari CNBC, Nabi Muhammad memiliki modal kepercayaan yang sangat kuat. Kejujuran dan amanah beliau menjadi daya tarik utama bagi para pemodal.
Setelah mendapatkan dana dari para pemodal, beliau menjalankan usaha dengan konsep bagi hasil. Keuntungan dari bisnis tersebut dibagi secara adil, sesuai dengan kontribusi masing-masing pihak. Hal ini tidak hanya mencerminkan integritas Nabi Muhammad, tetapi juga menciptakan hubungan bisnis yang saling menguntungkan.
Nabi Muhammad tidak hanya mengandalkan bisnis perdagangan, tetapi juga berinvestasi dengan tujuan menciptakan pendapatan pasif. Salah satu bentuk investasi beliau adalah beternak. Sejak kecil, Nabi Muhammad sudah terbiasa menggembala kambing, dan keahlian ini dilanjutkan hingga dewasa dengan memelihara puluhan ekor unta. Selain unta, Rasulullah juga diketahui memiliki hewan ternak lain seperti kuda, keledai, sapi, dan domba.
Beternak memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan. Hewan-hewan ternak menghasilkan susu, daging, dan bahkan dapat digunakan sebagai alat transportasi. Selain itu, nilai aset hewan ternak tersebut terus berkembang, menjadikannya salah satu bentuk investasi yang strategis.
Selain beternak, Nabi Muhammad juga berinvestasi pada tanah dan properti. Dalam laporan Musaffa, beliau diketahui menyewa tanah dari orang Yahudi dengan konsep bagi hasil. Di Khaybar, kebun kurma dan tanah dikelola oleh pihak penyewa yang tinggal di sana. Keuntungan yang dihasilkan dari tanah tersebut dibagi sesuai kesepakatan, sebuah konsep yang dikenal sebagai mudharabah.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa Rasulullah tidak hanya mengelola aset secara produktif, tetapi juga memberdayakan orang lain untuk mendapatkan manfaat ekonomi. Konsep ini serupa dengan investasi properti modern, di mana tanah atau bangunan disewakan untuk menciptakan arus kas pasif.
Satu hal yang tak pernah lepas dari gaya investasi Nabi Muhammad adalah nilai bersedekah. Islam mengajarkan bahwa dalam harta kekayaan kita terdapat hak orang lain yang membutuhkan. Rasulullah tidak pernah menyimpan kekayaan untuk dirinya sendiri. Beliau dikenal sebagai sosok yang dermawan, yang sering bersedekah dengan memberikan uang, pakaian, maupun makanan.
Investasi yang dilakukan Nabi Muhammad selalu diiringi dengan kesadaran akan tanggung jawab sosial. Dengan bersedekah, harta yang dimiliki menjadi lebih berkah, dan manfaatnya dirasakan oleh banyak orang. Prinsip ini mengajarkan kita bahwa investasi tidak hanya tentang keuntungan finansial, tetapi juga tentang kebermanfaatan bagi sesama.
Prinsip investasi Nabi Muhammad tetap relevan hingga kini. Kejujuran, konsep bagi hasil, diversifikasi aset, dan kesadaran sosial adalah fondasi yang kokoh untuk menciptakan investasi yang beretika. Dengan mengadopsi nilai-nilai ini, kita tidak hanya dapat mencapai kesuksesan finansial tetapi juga mendatangkan keberkahan bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.