Katakini.com - Imlek, atau Tahun Baru China, merupakan salah satu perayaan terbesar dalam budaya Tionghoa yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di seluruh dunia. Secara etimologi, kata "Imlek" berasal dari dialek Hokkian, di mana "Im" berarti "bulan" dan "Lek" berarti "kalender" atau "sistem penanggalan."
Secara harfiah, Imlek dapat diartikan sebagai "kalender bulan," merujuk pada penggunaan kalender lunar oleh masyarakat Tionghoa. Dalam bahasa Mandarin, istilah yang lebih umum digunakan adalah "Nónglì Xīnnián" (农历新年), yang berarti "Tahun Baru Kalender Lunar." Sementara itu, Imlek juga dikenal sebagai "Chinese New Year" atau "Spring Festival," mengacu pada makna simbolis perayaan ini yang menandai dimulainya musim semi.
Diketahui, Imlek bermula dari tradisi agraris masyarakat Tionghoa ribuan tahun yang lalu. Awalnya, perayaan ini dilakukan untuk menandai berakhirnya musim dingin dan menyambut musim semi, yang juga menjadi awal dari siklus pertanian baru. Tradisi ini diperkirakan telah dimulai sejak zaman Dinasti Shang (1600–1046 SM) dan terus berkembang selama Dinasti Han (206 SM–220 M).
Dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa, tahun baru juga merupakan waktu untuk menghormati dewa-dewa dan leluhur, serta berdoa untuk panen yang melimpah dan keberuntungan sepanjang tahun.
Salah satu legenda yang terkenal terkait Imlek adalah kisah tentang Nian, seekor makhluk mitos yang diyakini muncul setiap akhir tahun untuk menyerang desa-desa. Untuk mengusir Nian, masyarakat menggunakan warna merah, suara keras dari petasan, dan bunyi-bunyian lainnya. Tradisi ini akhirnya menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Imlek hingga hari ini, di mana warna merah dan petasan melambangkan keberuntungan dan perlindungan dari hal-hal buruk.
Imlek juga dirayakan dengan berbagai tradisi unik dan penuh makna. Beberapa tradisi utama meliputi makan malam bersama keluarga pada malam tahun baru, memberikan angpao (amplop merah berisi uang) kepada anak-anak dan orang yang belum menikah, serta menghias rumah dengan warna merah untuk menarik keberuntungan.
Tradisi lain yang sangat penting adalah sembahyang kepada leluhur, yang dilakukan untuk menghormati mereka yang telah tiada dan meminta keberkahan di tahun yang baru.
Di Indonesia, perjalanan Imlek mengalami dinamika yang menarik. Pada masa Orde Baru, perayaan Imlek dibatasi dan hanya dirayakan secara tertutup. Namun, setelah Presiden Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut pada tahun 2000, Imlek kembali dirayakan secara terbuka. Pada tahun 2003, Imlek bahkan ditetapkan sebagai hari libur nasional, menjadikannya sebagai simbol pengakuan terhadap keberagaman budaya di Indonesia.
Saat ini, Imlek tidak hanya menjadi momen religius dan budaya, tetapi juga ajang untuk mempererat hubungan keluarga dan komunitas. Nilai-nilai seperti rasa syukur, penghormatan kepada leluhur, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik tetap menjadi inti dari perayaan ini. Selain itu, Imlek juga menjadi sarana memperkenalkan budaya Tionghoa kepada masyarakat luas, sehingga memperkuat semangat multikulturalisme di berbagai negara, termasuk Indonesia.