JAKARTA - Perayaan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili yang dirayakan warga etnis tionghoa di tanah air pada hari ini, tak lepas dari peran Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid, yang akrab disapa Gus Dur, saat menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Kala itu, Presiden Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 di era Presiden Soeharto tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina, yang salah satunya melarang perayaan Imlek.
Gus Dur kemudian menindaklanjutinya dengan menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur fakultatif dan berlaku bagi mereka yang merayakannya. Hingga pada tahun 2003, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri kemudian menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional.
Menurut Ketua Fraksi PKB MPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, perjuangan yang dilakukan Gus Dur terkait perayaan imlek, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28E ayat 1 dan Pasal 29 ayat 2, di mana setiap orang berhak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaannya.
Keppres yang mencabut larangan perayaan imlek tersebut, kata Neng Eem, telah berhasil menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang toleran.
“Keppres nomor 6 tahun 2000 yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid, menunjukkan bahwa Gus Dur adalah tokoh yang memperjuangkan pluralisme dan toleransi di Indonesia,” kata Neng Eem, di Jakarta, Rabu (29/1/2025).
Selain membolehkan perayaan imlek dan tarian barongsai, Keputusan Presiden Abdurrahman Wahid juga telah menegaskan bahwa istilah pribumi dan non pribumi sudah tak relevan lagi. Di era Gus Dur, Konghucu juga telah diakui sebagai agama.
Dengan jasa-jasa Presiden Gus Dur ini, maka Fraksi PKB MPR RI saat ini tengah mempersiapkan semua syarat-syarat agar Gus Dur ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
“Momentum perayaan imlek hari ini, sekaligus mengingatkan Kita bahwa Gus Dur sangat layak jadi pahlawan nasional, apalagi MPR pada 25 September 2024 lalu telah mencabut TAP MPR Nomor II/MPR/2001 tentang pemberhentian Gus Dur sebagai Presiden ke-4 Indonesia”, tegas Neng Eem yang juga Wakil Sekjen DPP PKB.
Seperti diketahui, atas peran Gus Dur yang mencabut Inpres nomor 14 tahun 1967 itulah, maka Gus Dur kemudian diberi gelar Bapak Tionghoa, pada 10 Maret 2004, saat perayaan Cap Gi Meh di Klenteng Tay Kek Sie, Semarang, Jawa Tengah.