JAKARTA – Tekad pemerintah untuk melindungi petani dalam kerangka percepatan swasembada pangan tampak dari kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 6.500 per kilogram (kg) dan meniadakan rafaksi harga gabah.
Kebijakan tersebut diatur melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras.
"HPP GKP di petani Rp 6.500 per kg. Penyesuaian ini dengan tujuan untuk melindungi sedulur petani kita, sehingga tetap dan terus semangat berproduksi demi swasembada pangan," ujar Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi seusai menghadiri `Penandatanganan Komitmen Bersama Serap Gabah Petani`, di Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Arief menambahkan, momentum panen raya tahun ini sangat penting untuk mengoptimalkan serapan gabah/beras dalam negeri. Oleh karena itu, sesuai hasil Rakortas Kementerian Koordinator Bidang Pangan, pihaknya telah bersurat kepada Direktur Utama Perum Bulog untuk melaksanakan penugasan pengadaan gabah dan beras dalam negeri pada tahun 2025 dengan target sebanyak 3 juta ton setara beras.
"Dengan target ini dan juga dengan kebijakan HPP gabah yang sudah disesuaikan dengan kepentingan petani, kita berharap serapan gabah petani dalam negeri dapat berjalan secara optimal. Tentunya dengan harapan bahwa proyeksi panen raya dari BPS dapat terealisasi dengan baik di lapangan," urai Arief.
Adapun berdasarkan amatan Badan Pusat Statistik (BPS), proyeksi panen pada Januari dan Februari masing-masing 1,31 juta ton beras dan 2,08 juta ton beras. Lalu pada Maret diperkirakan akan melonjak menjadi 5,20 juta ton beras.
Angka ini sudah melampaui konsumsi beras bulanan sebesar 2,5 juta ton atau mengalami surplus. Berdasarkan tren, diperkirakan produksi beras masih akan surplus seiring musim panen raya di April dan Mei.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan proyeksi produksi padi pada Januari hingga Maret 2025 mengalami kenaikan dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024.
"Produksi Januari, Februari, Maret 2025 sesuai data BPS, itu naik dibanding tahun lalu, itu 50 persen di Januari, 49 persen di Februari dibanding tahun lalu di bulan yang sama, dan 51 persen di bulan Maret. Semoga di April juga baik." ungkapnya.
Sementara itu, sesuai penugasan dari NFA, target serap 3 juta ton setara beras akan dioptimalkan pada semester 1 tahun 2025, di mana pada periode tersebut panen raya berlangsung, dengan target sebanyak 2,1 juta ton setara beras atau 70 persen dari total target tahun 2025.
"Saya mengajak kita semua untuk mewujudkan target penyerapan gabah beras 3 juta ton secara hand in hand. Ini tentunya secara bersama demi mewujudkan swasembada pangan," ujar Arief.
Arief juga menekankan agar Bulog turut memaksimalkan fasilitas Sentra Penggilingan Padi (SPP). Total ada 10 unit dengan sebaran di 5 provinsi yang termasuk penyumbang produksi padi nasional sebesar 58,4 persen pada 2024.
SPP sendiri merupakan unit sarana pengolahan gabah yang didukung oleh peralatan pengolahan dengan teknologi serta memiliki kapasitas produksi dan penyimpanan yang cukup besar. Sebaran SPP Bulog di Jawa Timur ada 4 unit yang terletak di Bojonegoro, Magetan, Jember, dan Banyuwangi. Jawa Timur sendiri pada 2024 memproduksi 9,2 juta ton padi berdasarkan data BPS.
Lalu SPP di Jawa Tengah ada di Sragen dan Kendal. Provinsi Jawa Tengah berhasil memproduksi padi 8,8 juta ton pada 2024. Sementara SPP di Jawa Barat ada di Subang dan Karawang. Raihan produksi padi di Jawa Barat sendiri sepanjang 2024 total 8,5 juta ton.
Terakhir, SPP Bulog ada 1 unit di masing-masing Provinsi Lampung dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Produksi padi tahun 2024 di Lampung sebesar 2,7 juta ton dan NTB 1,4 juta ton. Melalui sebaran fasilitas SPP di 5 provinsi sentra produsen padi nasional tersebut, Bulog dapat menyerap gabah petani lokal dan diolah melalui SPP tersebut untuk menjadi beras yang berkualitas.