JAKARTA - Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika memberikan sejumlah saran kepada pemerintah terkait penyaluran LPG 3 kilogram (kg). Di antaranya pelibatan pengecer menjadi salah satu bagian rantai pasok penyediaan LPG 3 kg, perbaikan distribusi pangkalan hingga peningkatan pengawasan distribusinya.
“Ombudsman RI menyoroti persoalan dalam penyaluran LPG 3 kg akhir-akhir ini yang berpotensi menimbulkan permasalahan layanan publik. Kebijakan yang melarang pengecer atau warung kecil untuk menjual LPG 3 kg dapat menghambat akses masyarakat, terutama di wilayah yang minim pangkalan resmi,” ujar Yeka di Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 jo Perpres Nomor 70 Tahun 2021, LPG 3 kg hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro. Selain itu, Perpres Nomor 38 Tahun 2019 jo Perpres Nomor 71 Tahun 2021 juga mengatur bahwa LPG 3 kg dapat digunakan untuk kapal penangkap ikan bagi nelayan sasaran dan mesin pompa air bagi petani sasaran.
Untuk itu Yeka memberikan sejumlah saran terkait penyediaan dan penyaluran LPG 3 kg yang lebih baik. Pertama, Ombudsman meminta perbaikan distribusi pangkalan, dengan memastikan penyebaran yang merata di seluruh wilayah. Selanjutnya, Ombudsman mendorong pemerintah untuk melibatkan pengecer dalam rantai pasok LPG 3 kg.
Ombudsman juga menyoroti pentingnya transparansi serta pengawasan distribusi LPG 3 kg, termasuk memastikan harga tetap terkendali dan ketersediaan LPG selalu aman. “Pemerintah perlu memastikan bahwa langkah-langkah perbaikan dalam penyaluran LPG 3 kg tidak mengganggu ketersediaan dan keterjangkauan bagi masyarakat, khususnya kelompok yang berhak mendapatkan subsidi,” imbuh Yeka.
Seperti diketahui, berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 37.K/MG.01/MEM.M/2023, rantai pasok penyediaan LPG 3 kg dimulai dari Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi yang menugaskan Badan Usaha Penugasan (Pertamina/SPBE), kemudian disalurkan ke Penyalur LPG Tertentu (agen) dan dilanjutkan ke Sub Penyalur LPG Tertentu (pangkalan).
Namun sebagaimana temuan Ombudsman di Batam pada tanggal 25 Juni 2024 di. Dalam praktiknya, setelah dari pangkalan, LPG 3 kg sering kali berlanjut ke pengecer tidak resmi seperti warung/toko kelontong, sebelum akhirnya sampai ke konsumen akhir.
Hal ini disebabkan jumlah pangkalan yang terbatas di beberapa daerah, distribusi pangkalan yang tidak merata, hingga keberadaan pengecer lebih dekat dengan pemukiman masyarakat.
“Ombudsman RI mengapresiasi langkah pemerintah dalam menegakkan aturan terkait distribusi LPG 3 kg agar subsidi lebih tepat sasaran. Namun, Ombudsman juga menekankan perlunya mitigasi terhadap dampak kebijakan ini bagi masyarakat. Terutama dalam hal aksesibilitas dan ketersediaan LPG di wilayah yang minim pangkalan,” ucap Yeka.