JAKARTA – Pemerintah memperkuat stok pangan pokok strategis, diantaranya daging ruminansia. Langkah pengadaan dari negara sahabat perlu dilakukan menimbang produksi daging ruminansia dalam negeri belum cukup memenuhi kebutuhan domestik.
Selain itu, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) berkeinginan pula untuk memiliki stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) sebagai instrumen penekan dan pengendali harga jika berfluktuasi.
"Pemerintah mau memperkuat stok daging yang dipegang oleh pemerintah melalui BUMN. Kita ingin pegang stok, itu yang dipakai nanti untuk intervensi," kata Kepala NFA Arief Prasetyo Adi saat ditemui usai `Rakortas Evaluasi dan Perubahan Neraca Komoditas Tahun 2025` di Jakarta, pada Rabu (5/2/2025).
Menurut Proyeksi Neraca Pangan untuk daging sapi dan kerbau yang disusun NFA, menunjukkan masih ada selisih kurang antara ketersediaan stok terhadap kebutuhan konsumsi. Berdasarkan itu pemerintah memandang perlu dilaksanakan pengadaan komoditas daging ruminansia dari luar Indonesia.
Stok awal tahun daging sebesar 65,6 ribu ton. Dari itu ditambah estimasi produksi sapi/kerbau dalam negeri dalam setahun di 410,3 ribu ton serta hasil pemotongan sapi/kerbau bakalan impor di 141,3 ribu ton menjadi total ketersediaan berada di angka 617,3 ribu ton. Sementara proyeksi kebutuhan konsumsi setahun secara nasional di angka 766,9 ribu ton.
"Jadi dalam Rakortas hari ini, di Neraca Komoditas sebelumnya belum ada daging kerbau. Sementara kita mau menugaskan pengadaan daging kerbau 100 ribu ton ke BUMN. Tentu kita harus jaga aspek good governance-nya," kata Arief.
"Bapak Presiden Prabowo ingin nanti harga daging kerbau itu bisa kurang dari Rp 80 ribu per kilogram, jadi biar masyarakat mau beli. Apalagi pemerintah ingin beri sumber protein ke masyarakat, kalau harganya lebih rendah, akan lebih banyak yang konsumsinya," sambungnya.
Dijelaskan Arief, dengan rencana importasi daging kerbau tersebut akan menambah rencana impor daging sapi yang sebelumnya telah ditetapkan. Ia berharap kedatangan stok sesegera mungkin sebelum dimulai bulan Ramadan.
"Sebelumnya kan 180 ribu daging sapi, ditambah 100 ribu daging kerbau ini, tapi untuk siapanya, itu belum. Tapi kalau daging kerbau itu dikerjakan oleh BUMN. Untuk kedatangan perlu sekitar 1 bulan, jadi makanya sudah kita bahas di awal Februari ini, supaya nanti pemerintah punya CPP daging ruminansia," jelasnya.
Arief juga menekankan pengadaan suatu komoditas dari negara sahabat ini juga untuk memenuhi trade balance. Ini karena Indonesia tentu aktif dalam perdagangan internasional dalam hal ekspor. Tentunya Indonesia diharapkan turut mengimpor komoditas unggulan dari negara mitra tersebut. Akan tetapi komitmen pemerintah dalam melindungi produsen pangan lokal tetap diusung dan diperhatikan dengan seksama.