JAKARTA – Pemerintah menunda program intervensi pangan guna menjaga momentum panen raya.Hal ini dilakukan agar harga di tingkat petani tetap terjaga selama masa panen, yang selanjutnya akan menstabilkan harga di tingkat konsumen.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menyampaikan hal tersebut dalam wawancara dengan media di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Rabu (5/2/2025). Meski demikian, penundaan ini hanya sementara hingga panen raya usai. Ketika Indonesia mengalami masa paceklik, maka program intervensi perberasan akan kembali digelontorkan.
"Jadi bantuan pangan beras dan SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) sementara di-hold selama panen raya. Berdasarkan Rakortas terakhir, kita hold dulu bantuan pangan dan SPHP sampai panennya selesai, kemungkinan panen raya itu sampai April. Cita-cita kita kan supaya harga gabah petani optimal diserap di Rp 6.500 per kilogram," paparnya.
"Jangan kita gelontorkan terus, nanti harga gabahnya malah turun saat panen raya. Kalau misalnya panennya banyak, maka harga pasti terkoreksi, tapi kita ingin tidak terlalu rendah di petani. Nah pas paceklik, baru kita gelontorkan lagi. Saat digelontorkan, tentu harga berasnya bisa lebih terkendali," jelas Arief.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat rerata harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sepanjang 2024 paling rendah terjadi di bulan April dengan harga Rp 5.686 per kilogram (kg). Sementara untuk rerata harga beras medium selama tahun 2024 berada di titik terendah pada Mei di harga Rp 12.071 per kg.
Patut diketahui, bulan April dan Mei merupakan puncak panen raya padi pada tahun 2024. Menurut BPS, produksi beras di April 2024 berada di angka 5,38 juta ton dan Mei 2024 di 3,71 juta ton. Dus, mengacu historis tersebut, pemerintah saat ini ingin lebih menjaga kualitas harga petani tatkala panen raya berlangsung.
"Langkah ini juga agar Bulog bisa fokus dalam penyerapan karena kita mau serap sampai 3 juta ton setara beras. Tapi juga bukan karena masalah anggaran. Justru anggarannya dipakai untuk fokus serap hasil panen raya di tahun ini. Kita harus dorong produksi dalam negeri supaya ketergantungan impor kita berkurang," tegas Arief.
"Kebijakan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) sudah merupakan perintah Bapak Presiden Prabowo. Jadi semua harus menjalankannya, termasuk swasta, harus bantu petani kita. Jangan petani itu selalu mendapatkan harga yang di bawah. Ini waktunya petani kita angkat supaya kesejahteraannya naik sedikit demi sedikit," pungkas Arief.
Dalam publikasi `Hasil Survei Pertanian 2024` yang dirilis BPS pada 24 Januari lalu, memaparkan bahwa selisih antara rerata nilai produksi dengan rerata biaya produksi dari petani perorangan tanaman padi dapat berada di angka Rp 11,082 juta atau 72,49 persen dari total biaya produksi. Angka tersebut cukup menggembirakan dan perlu terus bertumbuh demi pencapaian swasembada pangan.