Hari Anti Sunat Perempuan, Perlindungan HAM bagi Kaum Hawa

M. Habib Saifullah | Kamis, 06/02/2025 12:45 WIB
Hari Anti Sunat Perempuan, Perlindungan HAM bagi Kaum Hawa Ilustrasi - Hari Anti Sunat Perempuan atau International Day of Zero Tolerance for Female Genital Mutilation (Foto:Yayasan Kesehatan Perempuan)

Katakini.com - Setiap tanggal 6 Februari, dunia memperingati International Day of Zero Tolerance for Female Genital Mutilation (FGM) atau Hari Internasional Nol Toleransi terhadap Mutilasi Genital Perempuan.

Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global terhadap praktik sunat perempuan, yang masih terjadi di berbagai negara, terutama di Afrika, Timur Tengah, dan beberapa bagian Asia.

FGM disebagian wilayah dikenal sebagai tradisi, tetapi dunia internasional menilai hal itu sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang membahayakan kesehatan perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia.

Adapun, Hari Internasional Nol Toleransi terhadap FGM pertama kali ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2003 sebagai bagian dari upaya global untuk menghapus praktik ini.

PBB, melalui organisasi seperti UNICEF dan WHO, telah mengakui bahwa FGM tidak memiliki manfaat medis dan hanya menyebabkan penderitaan fisik serta psikologis bagi korban.

Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 200 juta perempuan di lebih dari 30 negara telah mengalami FGM, sebagian besar di usia 5 hingga 15 tahun.

Praktik ini sering dilakukan dengan alasan budaya, tradisi, atau keyakinan bahwa FGM dapat menjaga kesucian perempuan sebelum menikah. Namun, berbagai penelitian membuktikan bahwa FGM justru berdampak buruk pada kesehatan perempuan dalam jangka pendek maupun panjang.

Penghapusan FGM menjadi sangat mendesak karena praktik ini masih berlangsung meskipun telah dilarang di banyak negara. Beberapa alasan mengapa dunia harus segera menghapus FGM didasarkan pada pelanggaran HAM.

FGM dianggap sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, yang melanggar hak atas kesehatan, keamanan, dan kebebasan dari penyiksaan.

Selain itu, prosedur FGM sering dilakukan tanpa anestesi, menggunakan alat tajam seperti pisau atau pecahan kaca, yang dapat menyebabkan infeksi, pendarahan hebat, dan komplikasi medis serius.

Dalam jangka panjang, FGM bisa menyebabkan gangguan psikologis, trauma, serta kesulitan dalam persalinan bagi perempuan yang telah menikah.