Oke Gas, Begini Asal Muasal Gas Melon di Indonesia

M. Habib Saifullah | Kamis, 06/02/2025 22:18 WIB
Oke Gas, Begini Asal Muasal Gas Melon di Indonesia Ilustrasi gas melon 3 kilogram (Foto: Antara)

JAKARTA - Tabung LPG (Liquefied Petroleum Gas) sudah bertahun-tahun menjadi penopang utama energi dalam kebutuhan rumah tangga di Indonesia. Rasanya, LPG telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia.

Namun baru-baru ini, gas LPG menjadi perbinjangan hangat di seantero negeri soal kebijakan yang mulai diberlakukan pada 1 Februari bahwa gas elpiji 3 kilogram (kg) atau yang biasa dikenal dengan sebutan gas melon tidak diperjualbelikan lagi secara eceran.

Pemerintah saat ini membuat sebuah kebijakan yang mana gas melon hanya boleh dibeli di pangkalan dan subpenyalur resmi Pertamina. Jadi warung-warung seperti warung madura tidak menerima jual beli gas melon.

Tapi tahukah kamu bagaimana sejarah dan asal usul munculnya gas elpiji 3 kg? simak ulasannya berikut ini.

Tabung gas dengan warna hijau ini mulai diperkenalkan pada tahun 2007. Gas melon, sebutanya telah menggantikan minyak tanah sebagai bahan bakar utama di banyak rumah tangga di Indonesia. Sebelum ada gas lpg, minyak tanah jadi sumber bahan bakar utama untuk memasak.

Kemudian hadirnya gas melon untuk menggantikan minyak tanah mendapat antusias positif dari masyarakat Indonesia. Upaya pemerintah dalam memberikan akses energi yang lebih efisien dan ramah lingkungan nampaknya berdampak positif.

Gas dengan warna hijau yang disebut melon ini pun ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang berpenghasilan rendah agar bisa mendapat akses energi dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Adapun dasar hukum peluncuran gas melon ini diatur dalam Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006.

Seiring berjalannya waktu, gas melon telah membawa angin segar bagi masyarakat Indonesia. Didapat dengan harga yang terjangkau, dan distribusi yang luas menjadikan gas 3 kilogram ini semakin ramai dikenal dan digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Bukan hanya untuk rumah tangga, para pedangan kaki lima, warung makan dan sektor industri kecil pun kecipratan berkahnya gas melon ini. Dengan tabung yang kecil, para pejuan rupiah itu pun sangat mengandalkan gas elpiji 3 kg sebagai sumber energi dalam usaha mereka.

Namun meski hadir seperti `emas` di kalangan masyarakat, gas elpiji 3 kg menghadapi banyak tantangan, seperti distribusi yang disalahgunakan oleh sebagian banyak oknum.

Banyak yang mengaku berhak mendapat `emas` murah ini sehingga dominasi kepemilikan pun menjadi tantangan utama. Karena itu, pemerintah mengambil langkah dengan mengubah alur distribusi gas melon ini.

Per 1 Februari 2025, penjualan gas elpiji pun dibatasi hanya dilakukan di pangkalan atau sub penyalur resmi Pertamina, dan bukan disalurkan lewat pengecer, sehingga harapannya dengan kebijakan ini pemerintah dapat melakukan pengawasan dan gas elpiji 3 kg bisa sampai pada tangan yang benar-benar membutuhkan.

"Dalam rangka menertibkan ini maka kita buat regulasi sebenarnya, bahwa beli di pangkalan. Karena harga sampai di pangkalan itu pemerintah bisa kontrol," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, dikutip di Jakarta.