JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai revisi peraturan mengenai tata tertib (Tartib) oleh DPR RI dan memungkinkan untuk mengevaluasi pejabat negara pilihan yang ditetapkan melalui hasil uji kelayakan dan kepatutan di lembaga tersebut rentan digugat.
Diketahui, pimpinan KPK dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK menjadi salah satu yang terdampak akibat pemberlakuan Tatib baru DPR tersebut.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan bahwa peraturan DPR yang baru disahkan di paripurna itu bertentangan dengan undang-undang.
"Kalau menurut UU 12/2011 (tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan), Peraturan DPR berada di bawah UU sehingga bila ada pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh Peraturan DPR RI tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) RI," ujar Tanak saat dihubungi, Kamis, 6 Februari 2025.
Apabila ditinjau dari sudut pandang hukum administrasi negara, kata Tanak, surat keputusan pemberhentian pejabat hanya dapat dilakukan oleh pejabat dari lembaga yang mengangkat pejabat tersebut.
Oleh karena itu, katanya, pimpinan KPK diberhentikan oleh Presiden RI. Selain itu, pejabat bisa diberhentikan apabila surat keputusan pengangkatan dinyatakan batal atau tidak sah oleh putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berdasarkan gugatan yang diajukan oleh orang atau suatu badan yang merasa kepentingannya dirugikan sebagaimana diatur dalam UU 5/1986.
"Betul. Hal itu yang dapat dijadikan alasan untuk mengajukan permohonan judicial review ke MA," kata Tanak saat ditanyakan kembali kemungkinan Tatib terbaru DPR itu bertentangan dengan Undang-undang.
Sebelumnya, DPR melakukan revisi terhadap Peraturan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang memungkinkan mereka mengevaluasi pejabat yang ditetapkan melalui hasil uji kelayakan dan kepatutan di lembaga tersebut.
Ketentuan itu tertuang dalam penambahan Pasal 228A Tata Tertib. Pasal 228A ayat 1 itu menyebutkan, "Dalam rangka menjaga marwah dan kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227 ayat (2), DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR".
Selama ini, DPR memang memiliki wewenang untuk memberikan persetujuan terhadap pimpinan lembaga eksekutif hingga yudikatif. Pimpinan KPK dan MK merupakan dua di antaranya. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 226 ayat 2.
Ketua Badan Keahlian DPR Inosentius Samsul mengatakan revisi Tatib DPR didasarkan atas usulan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR pada hari yang sama lewat surat nomor usulan revisi peraturan DPR RI nomor B/33/PW 01/01/2025.
Usulan itu langsung disetujui Badan Musyawarah (Bamus) untuk langsung ditindaklanjuti Baleg DPR. Meski tak diagendakan dalam jadwal harian, delapan atau semua fraksi menyetujui perubahan atau penambahan Pasal 228A dibawa ke Paripurna terdekat untuk disahkan.
"Setelah bersama-sama mendengarkan pendapat pandangan Fraksi-fraksi, selanjutnya kami meminta persetujuan rapat, apakah hasil pembahasan rancangan rapat Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata tertib bisa diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan?" kata Ketua Baleg DPR Bob Hasan, Senin (3/2).
Dalam rapat pleno pengambilan keputusan, hanya PKS yang memberi catatan terhadap usulan tersebut.