• Gaya Hidup

Mengenal Duck Syndrome, Terlihat Bahagia Padahal Menderita

M. Habib Saifullah | Sabtu, 08/02/2025 12:15 WIB
Mengenal Duck Syndrome, Terlihat Bahagia Padahal Menderita Ilustrasi duck syndrome (FOTO: SHUTTERSTOCK)

Katakini.com - Dalam kehidupan, banyak orang tampak baik-baik saja di luar, tetapi sebenarnya sedang berjuang di mati-matian dalam kehidupannya.

Fenomena ini dikenal sebagai Duck Syndrome, sebuah istilah psikologis yang menggambarkan seseorang yang terlihat tenang dan sukses di permukaan, tetapi sebenarnya sedang berjuang keras untuk mengatasi tekanan dan stres yang luar biasa.

Istilah ini berasal dari analogi bebek yang tampak mengapung dengan tenang di permukaan air, padahal di bawahnya, kakinya terus bergerak dengan cepat untuk tetap bertahan.

Gejala Duck Syndrome biasanya muncul pada individu yang memiliki tuntutan tinggi terhadap dirinya sendiri. Mereka sering merasa harus selalu tampil sempurna, baik dalam akademik, pekerjaan, maupun kehidupan sosial.

Beberapa tanda yang sering muncul antara lain kelelahan mental, kecemasan, perasaan tidak pernah cukup baik, dan sulit berbagi masalah dengan orang lain. Meskipun dari luar mereka tampak percaya diri dan sukses, di dalamnya mereka mengalami tekanan emosional yang besar.

Bahaya dari Duck Syndrome tidak boleh dianggap remeh. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa berkembang menjadi stres kronis, gangguan kecemasan, bahkan depresi. Banyak orang yang mengalami fenomena ini cenderung memendam perasaan dan tidak mencari bantuan karena takut dianggap lemah atau gagal.

Akibatnya, mereka semakin merasa terisolasi, kehilangan motivasi, dan dalam kasus yang ekstrem, bisa mengalami burnout atau bahkan berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi Duck Syndrome. Pertama, penting untuk mengubah pola pikir tentang kesuksesan dan kegagalan. Tidak ada manusia yang sempurna, dan setiap orang memiliki keterbatasan.

Belajar menerima diri sendiri dan menyadari bahwa kegagalan adalah bagian dari proses bisa membantu mengurangi tekanan mental.

Kedua, jangan ragu untuk berbagi perasaan dengan orang lain. Mendiskusikan masalah dengan teman, keluarga, atau bahkan profesional seperti psikolog dapat membantu mengurangi beban emosional.

Terkadang, hanya dengan bercerita saja seseorang sudah merasa lebih lega dan tidak lagi merasa sendirian dalam menghadapi tantangan.

Ketiga, mengatur keseimbangan hidup dan menjaga kesehatan mental sangat penting. Jangan hanya fokus pada pencapaian akademik atau pekerjaan, tetapi juga berikan waktu untuk istirahat, menjalankan hobi, dan berolahraga.

Melakukan aktivitas yang disukai dapat membantu melepaskan stres dan meningkatkan kebahagiaan secara keseluruhan.

Selain itu, menerapkan mindfulness dan manajemen stres juga bisa menjadi solusi efektif. Meditasi, pernapasan dalam, atau sekadar berjalan santai di alam bisa membantu mengurangi tekanan yang dirasakan.

Dengan melatih kesadaran penuh terhadap apa yang terjadi dalam diri sendiri, seseorang bisa lebih mudah mengelola emosinya dan tidak terjebak dalam tekanan untuk selalu tampak sempurna.