Katakini.com - Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada situasi di mana harus memilih antara kepentingan diri sendiri atau kepentingan orang lain.
Salah satu sikap mulia yang diajarkan dalam Islam adalah itsar, yaitu mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan pribadi, meskipun diri sendiri juga sedang membutuhkannya.
Sikap itsar sangat dianjurkan dalam Islam karena mencerminkan kasih sayang dan persaudaraan sesama manusia. Sikap ini juga menjadi salah satu ciri khas para sahabat Rasulullah SAW, yang rela mengorbankan harta, makanan, bahkan keselamatan diri demi membantu saudaranya.
Salah satu keutamaan itsar adalah mempererat hubungan sosial dan menciptakan lingkungan yang harmonis. Orang yang memiliki sikap ini biasanya lebih disukai oleh lingkungan sekitarnya karena memiliki rasa kepedulian yang tinggi.
Selain itu, itsar juga membantu menumbuhkan sifat rendah hati dan menghilangkan sifat egois dalam diri seseorang. Dengan berlatih mendahulukan orang lain, kita akan lebih bersyukur dengan apa yang dimiliki dan tidak mudah serakah terhadap dunia.
Contoh sikap itsar bisa ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu kisah terkenal adalah bagaimana kaum Anshar di Madinah menyambut kaum Muhajirin yang hijrah dari Mekkah. Mereka tidak hanya memberikan tempat tinggal, tetapi juga berbagi makanan dan harta benda mereka tanpa pamrih.
Dalam kehidupan sehari-hari, itsar bisa diwujudkan dalam tindakan sederhana, seperti memberikan tempat duduk kepada orang yang lebih membutuhkan di transportasi umum, berbagi makanan dengan teman yang kelaparan, atau menunda kesenangan pribadi demi membantu keluarga yang sedang dalam kesulitan.
Namun, bersikap itsar bukan berarti mengabaikan diri sendiri sepenuhnya. Dalam Islam, keseimbangan tetap diperlukan agar kita juga bisa memenuhi kebutuhan diri dengan baik.
Mengutamakan orang lain dalam hal-hal tertentu adalah perbuatan mulia, tetapi tetap harus memperhatikan batas kemampuan agar tidak berujung pada kelelahan atau pengorbanan yang berlebihan. Oleh karena itu, itsar harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, bukan karena paksaan atau tekanan dari lingkungan.
Namun penting diketahui, mendahulukan orang lain dalam konteks selain ibadah memang dianjurkan, akan tetapi dalam hal urusan ibadah makruh. Hal ini sesuai dengan kaidah Usul Fiqih yang berbunyi "al Itsar fil ibadah makruh wal itsar fi ghairy ibadah matlub."