JAKARTA - Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional harus menjadi momentum mendorong gerak bersama untuk mewujudkan perlindungan menyeluruh bagi PRT melalui Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT).
"Sampai hari ini kita masih memiliki pekerjaan rumah di tengah ragam kekerasan yang meningkat terhadap pekerja rumah tangga. Kita perlu duduk bersama mencari cara agar inisiatif untuk memberi perlindungan terhadap PRT dengan mengesahkan RUU PPRT menjadi undang-undang," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutannya pada talkshow bertema Peringatan Hari PRT Nasional, Open Mic DPR: Afirmasi untuk Pengesahan UU PRT yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (12/2).
Menurut Lestari, kondisi saat ini harus menjadi cambuk bagi kita semua bahwa ketidakadilan yang terjadi terhadap PRT itu menjadi tanggung jawab kita semua.Rerie, sapaan akrab Lestari, berharap dorongan dari para pemangku kepentingan untuk menguatkan dukungan dan mendesak percepatan pengesahan RUU PPRT terus dilakukan.
Pimpinan DPR RI, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus melihat dengan pikiran, hati dan kehendak yang terbuka, betapa ketidakadilan terus terjadi dan dialami para PRT akibat tiadanya perlindungan hukum.
Tanpa perlindungan menyeluruh terhadap PRT, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, negara belum sepenuhnya merealisasikan amanah konstitusi yang mewajibkan perlindungan bagi setiap warganya.
Dalam kesempatan itu, Direktur Institut Sarinah, Eva Kusuma Sundari berharap tahun ini upaya penyelesaian RUU PPRT dapat segera membuahkan hasil.
Eva mengusulkan agar proses pengesahan RUU PPRT tahun ini dilandasi dengan pertimbangan HAM dalam upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Eva berharap pendekatan HAM bisa mempercepat proses pembahasan melalui Komisi 13 dengan Surpres dan DIM yang ada. Karena sejatinya, ujar Eva, RUU PPRT ini merupakan instrumen perlindungan dua pihak yaitu PRT dan majikan.
Secara de jure, tambah Eva, RUU PPRT ini sudah diperintahkan untuk dilanjutkan pembahasannya. Namun secara de facto seperti tidak diprioritaskan pembahasannya.
Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem, Willy Aditya mengungkapkan, pada hasil Sidang Paripurna 29 September 2024 tidak ada status carry over pada pembahasan RUU PPRT.
Willy mengaku sudah bersurat ke pimpinan untuk menanyakan status pembahasan RUU PPRT, sebagai bagian dari political consensus. Menurutnya, RUU PPRT yang dibahas sudah mengatur perlindungan bagi tiga pihak yaitu PRT, majikan, dan negara. "Proses ini tinggal political commitment saja," tegas Willy.
Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Putih Sari mengaku dirinya mengetahui pembahasan RUU PPRT sejak periode 2009. Putih menegaskan Partai Gerindra mendukung penuntasan pembahasan RUU PPRT pada periode ini.
Untuk menegaskan status carry over pada pembahasan RUU PPRT, menurut Putih, harus ada pembicaraan lebih lanjut antarpara pihak yang mendukung untuk mewujudkan UU PPRT.
Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, belum jelasnya status carry over pada pembahasan RUU PPRT saat ini kerena belum ada pembicaraan dengan pemerintah meski Surpres dan DIM-nya sudah ada.
Ledia berpendapat, upaya lanjutan pembahasan RUU PPRT melalui Komisi 13 bisa dilakukan. Selain itu, tambah dia, konsensus pimpinan juga bisa diupayakan untuk mempercepat proses pembahasannya.
Menurut Ledia, Komisi 9 DPR RI dan Komisi 13 DPR RI bisa mencari jalan keluar untuk memperjelas status carry over pembahasan RUU PPRT.
Aktivis dan perwakilan Serikat Pekerja Rumah Tangga Sapulidi, Yuni Sri Rahayu berpendapat proses pembahasan RUU PPRT seperti tidak ada kemajuan selama puluhan tahun.
Padahal kenyataan keseharian, tambah Yuni, kondisi PRT dari waktu ke waktu semakin tidak baik-baik saja. Bahkan, tegas dia, ancamannya semakin beragam. Dia berharap RUU PPRT dapat dituntaskan pembahasannya pada periode saat ini.