JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyebut kebijakan efisiensi anggaran bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
“Pemotongan ini bukan untuk kementerian/lembaga (K/L), tapi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Di mana salahnya?” kata Said di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/2).
Dia merujuk pada pengalaman Indonesia saat pandemi COVID-19. Kala itu pun terjadi kegaduhan, termasuk mengenai persoalan ekonomi.
Kini, lanjut Said, pemerintah berencana memangkas anggaran untuk program yang berkenaan langsung dengan rakyat, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan swasembada pangan.
“Kalau MBG ditingkatkan dan swasembada pangan dipercepat, dalam jangka panjang kita yang diuntungkan,” ujarnya.
Sebab, alih-alih K/L menyalurkan anggaran untuk peralatan alat tulis kantor (ATK), perjalanan dinas, hingga seminar yang dianggap menjadi kronik, anggaran belanja K/L saat ini justru berupaya dialihkan untuk program yang mengarah ke masyarakat.
“Justru kita bersyukur. Bukannya dari dulu kita ingin lebih besar belanja modal daripada belanja barang?” tambah dia.
Ketua Banggar menambahkan kebijakan efisiensi itu seharusnya tidak berdampak pada pelayanan publik. Dari segi arahan Presiden Prabowo Subianto, pemangkasan anggaran diminta untuk meningkatkan pelayanan publik.
Pembahasan efisiensi anggaran antara pemerintah dengan DPR pun sudah hampir rampung. Menurut Said, pembahasan itu harus segera diselesaikan agar tidak merugikan masyarakat.
“Kalau DPR responsnya tidak cepat, ini akan merugikan masyarakat kita. Karena APBN itu bukan untuk APBN. APBN itu untuk rakyat,” tuturnya.
Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Inpres 1/2025 yang meminta anggaran pemerintah pada APBN dan APBD TA 2025 dipangkas sebesar Rp306,69 triliun.
Rinciannya, anggaran K/L diminta untuk diefisiensikan sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp50,59 triliun.
Untuk belanja K/L, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menindaklanjuti arahan tersebut dengan mengeluarkan surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang menetapkan 16 pos belanja yang perlu dipangkas anggarannya dengan persentase bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen.
Menteri/pemimpin lembaga diminta untuk menyampaikan rencana efisiensi kepada DPR dan melaporkan persetujuannya kepada menteri keuangan atau direktur jenderal anggaran paling lambat 14 Februari 2025.