JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengatakan telah memeriksa 10 saksi dalam penyelidikan terkait pagar laut di pesisir laut Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“10 orang saksi termasuk dari pihak pemohon sudah kita periksa,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Pemeriksaan itu dilaksanakan pada Senin (17/2/2025). Salah satu pihak yang dipanggil adalah PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN).
Selain itu, lanjut dia, penyidik juga menemukan indikasi adanya pelanggaran terkait pemasangan pagar laut pada Desa Huripjaya yang berlokasi tidak jauh dari Desa Segarajaya.
“Proses lidik yang dilakukan oleh penyidik Dittipidum, kami juga mendapatkan hal yang serupa di mana dilakukan yang kami duga dilakukan oleh PT MAN dan PT CL,” katanya.
Terhadap temuan tersebut, penyidik telah turun ke tempat kejadian perkara (TKP) untuk mengumpulkan keterangan maupun berkas-berkas yang berkaitan.
“Mungkin sampai beberapa hari ke depan untuk mengecek semua itu. Ini perkembangan yang terkait Bekasi dan saat ini masih proses lidik,” ujarnya.
Diketahui, Dittipidum Bareskrim Polri tengah menyelidiki dugaan pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akte otentik dan/atau penempatan keterangan palsu ke dalam akte otentik dalam 93 SHM di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada sekitar tahun 2022.
Laporan tersebut diajukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan laporan polisi nomor LPB/64/2/2025 SPKT/BARESKRIM POLRI.
Dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi, penyidik menemukan dugaan modus operandi yang digunakan oleh pelaku, yakni mengubah data 93 SHM.
“Diduga para pelaku mengubah data subjek atau nama pemegang hak dan mengubah data objek atau lokasi yang sebelumnya berada di darat, menjadi berlokasi di laut dengan jumlah yang lebih luas dari aslinya,” kata Djuhandhani.
Diubahnya data tersebut, kata dia, dilakukan setelah sertifikat asli atas nama pemegang hak yang sah, diubah menjadi nama pemegang hak baru yang tidak sah.
Selain nama, terduga pelaku juga mengubah data luas tanah dan lokasi objek sertifikat. Perubahan luas tanah secara ilegal itu menyebabkan adanya pergeseran wilayah yang sebelumnya di darat, menjadi di laut.
“Jadi, sebelumnya sudah ada sertifikat. Kemudian, diubah dengan alasan revisi di mana dimasukkan, baik itu perubahan koordinat dan nama, sehingga ada pergeseran tempat dari yang tadinya di darat bergeser ke laut dengan luasan yang lebih luas,” terangnya.