Industri Manufaktur Jadi Sumber Pertumbuhan Ekonomi Nasional Tertinggi

M. Habib Saifullah | Jum'at, 21/02/2025 13:32 WIB
Industri Manufaktur Jadi Sumber Pertumbuhan Ekonomi Nasional Tertinggi Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita sebut sektor manufaktur jadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional tertinggi (Foto: Ist)

JAKARTA - Industri manufaktur masih menjadi industri yang berdiri kokoh di tengah kondisi dinamika geopolitik global, dengan menunjukkan pertumbuhan yang sehat sebesar 4,75 persen pada 2024.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, dari persentase pertumbuhan tersebut, sektor manufaktur menjadi sumber pertumbuhan ekonomi nasional tetinggi.

"Artinya rata-rata 20 persen dari pertumbuhan ekonomi nasional itu berasal dari sektor manufaktur, dan berada di peringkat kedua adalah sektor perdagangan," kata Menperin dalam keterangannya, dikutip di Jakarta, Jumat (21/2/2025).

Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB atas dasar harga berlaku pada tahun 2022 sebesar 18,34%, dan tahun 2023 kontribusinya 18,67%, sedangkan tahun 2024 lalu mencapai 18,98%. Artinya, kontribusinya terhadap PDB sejak tahun 2022 selalu meningkat.

Sementara itu, dari sisi ekspor, sektor industri pengolahan non-migas mencapai USD196,54 miliar, menyumbang 74,3% terhadap ekspor nasional. Sedangkan di sisi investasi, sektor ini mampu menyerap Rp721,3 triliun atau 42,1% dari total realisasi investasi nasional tahun 2024.

Nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia juga sangat bersaing secara global dengan mencapai USD255 Miliar pada tahun 2023 (data World Bank), menempatkan Indonesia di posisi ke-12 top manufacturing countries by value added di dunia.

Posisi Indonesia ini mengungguli jauh dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Vietnam yang nilai MVA-nya hanya setengah dari Indonesia, yakni masing-masing USD128 miliar, serta USD102 miliar.

Pertumbuhan sektor industri manufaktur juga membuka lapangan kerja yang semakin luas. Jumlah tenaga kerja pada industri pengolahan nonmigas terus meningkat, dari 17,43 juta di tahun 2020 menjadi 19,96 juta di tahun 2024.

Indikator-indikator selanjutnya untuk kinerja sektor industri nasional adalah kenaikan nilai baik pada Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI), yang berada pada angka 51,9 dan 53,1 pada Januari 2025.

"Artinya sektor manufaktur Indonesia menunjukkan tanda-tanda ekspansi yang menjanjikan, dan ini adalah bukti nyata bahwa kita berada di jalur yang tepat," kata Menperin.

Agus juga mengatakan, data dan indikator tadi seharusnya bisa mematahkan apa yang dikatakan beberapa pihak yang menyatakan bahwa sedang terjadi deindustrialisasi.
"Pernyataan tadi bisa dikonfirmasi dengan indikator-indikator yang menunjukkan pertumbuhan sektor industri hingga saat ini," kata Agus Gumiwang.

Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh sektor industri manufaktur, Menperin menyampaikan, dibutuhkan regulasi-regulasi yang bersifat probisnis. Karenanya, perlu dukungan dari Kementerian/Lembaga terkait yang dapat mengambil kebijakan-kebijakan yang dibutuhkan oleh sektor industri.

"Perlu kondisi yang kondusif bagi industri manufaktur agar kita sama-sama dapat membangun industri nasional yang tangguh dan juga yang progresif," ujar Menperin.

Sementara itu, Peneliti dan Pemerhati Ekonomi dan Industri, Erna Zetha Rahman menjelaskan, kontribusi sektor industri dalam PDB yang terjadi dewasa ini dapat dikatakan merupakan konsekuensi dari berlanjutnya perubahan struktural dalam perekonomian Indonesia.

Selama lebih dari dua dekade, telah terjadi peningkatan kontribusi terhadap PDB pada sektor-sektor tersier seperti jasa. Ia menyampaikan, terjadinya perubahan struktural seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi pada hampir semua negara dunia.

Menurut Erna, berdasarkan teori `Pembangunan Ekonomi`, sangatlah wajar terjadinya perubahan struktur seperti itu dalam perekonomian Indonesia, karena pembangunan infrastruktur yang pesat, apalagi ditujukan untuk menyokong kelancaran sektor produksi.

"Dengan semakin membaiknya infrastruktur dalam negeri, yang berarti semakin murahnya biaya logistik, diharapkan di masa mendatang pertumbuhan sektor industri akan semakin berkembang dengan pertumbuhan yang lebih tinggi. Tetapi tentunya kondisi ini juga memerlukan kebijakan yang lebih pro industri," kata Erna.