Jurus Sakti BTN Wujudkan 3 Juta Rumah, Dari Rumah Desa Hingga Kuota FLPP

Pamudji Slamet | Jum'at, 21/02/2025 19:20 WIB
Jurus Sakti BTN Wujudkan 3 Juta Rumah, Dari Rumah Desa Hingga Kuota FLPP BTN mendukung peningkatan kuota FLPP. (foto:rumah subsidi)

JAKARTA - Program Tiga Juta Rumah, telah begitu dalam menarik perhatian publik. Saat bersamaan, publik juga langsung menyorot kapabilitas BTN, sebagai eksekutor program prestisius itu.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN, Nixon L. P. Napitupulu memaparkan tiga strategi perusahaan guna mewujudkan tiga juta rumah.

“Kami membagi jadi tiga jenis usulan. Usulan ini kami sampaikan ke Satuan Tugas (Satgas) dan akan diteruskan ke pemerintah,” kata Nixon.

Ketiga usulan itu, adalah:

1. Membangun rumah desa

Menurut Nixon, strategi ini menargetkan pembangunan atau merenovasi dua juta rumah di desa yang tidak layak huni. Secara statistik, kata dia, sebanyak 24 juta dari 27 juta rumah pelanggan listrik 450 watt, atau lebih dari 90 persen, tergolong rumah tidak layak huni.

2. Rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR

Skema ini menyasar masyarakat yang tinggal di wilayah suburban, seperti Bekasi, Cikarang, Karawang, hingga Purwakarta, atau daerah lainnya seperti Serang dan Cilegon. Usulan ini akan direalisasikan melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dengan sejumlah penyesuaian.

3. Rumah Urban

Skema ini menargetkan masyarakat berpenghasilan Rp12 juta hingga Rp15 juta per bulan. Tujuan utama skema ini, kata Nixon, adalah menyediakan hunian bagi pekerja di daerah urban. Mereka tidak mampu membeli rumah di pusat kota karena faktor harga. Dalam skema ini, BTN mengusulkan pemanfaatan lahan pemerintah, negara, dan BUMN untuk membangun apartemen yang terjangkau.

“Di Jakarta, contohnya, ada lebih dari 140 lokasi PD Pasar Jaya. Kalau mau kita bangun, berarti ada 140 tower. Kemudian, juga ada lahan kereta api di Manggarai dan sebagainya. Jadi, banyak sebenarnya yang bisa dioptimalkan untuk perumahan kelompok urban,” papar Nixon.

Solusi FLPP

Sementara itu, pemerintah telah memutuskan pembiayaan tiga juta rumah menggunakan skema fasilitas likuiditas pembiayaan rumah (FLPP). Skema ini disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, saat jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/2/2025).

"Kebijakan FLPP untuk melaksanakan program Tiga Juta Rumah Murah,” kata Presiden.

Program rumah murah untuk rakyat, diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ini  merupakan program prioritas pemerintah yang diwujudkan dalam periode Kuartal I/2025. Terkait hal ini,
skema FLPP dapat dimanfaatkan oleh  MBR untuk membeli rumah subsidi.

Beberapa kemudahan dari skema FLPP, diantaranya uang muka rumah jauh lebih ringan, umumnya satu persen dari harga rumah. Selain itu, skema ini juga membebaskan  biaya premi asuransi, serta dapat membayar angsuran rumah per bulan dengan harga terjangkau, kemudian suku bunga yang maksimal 5 persen.

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) berencana meningkatkan kuota FLPP, dari sebelumnya 220 000 menjadi 800.000 unit pada 2025. Menurut Menteri PKP Maruarar Sirait, peningkatan kuota FLPP dilakukan untuk memecahkan masalah keterbatasan kuota yang hingga kini masih terjadi.

Soal keterbatasan kuota tersebut diamini oleh Nixon. Dia Mengatakan,
saat ini terdapat sekitar 46.000 aplikasi yang sudah mendapat persetujuan KPR dari BTN namun masih mengantri kuota FLPP dari negara.

“Program yang selama ini disukai oleh semua stakeholder perumahan adalah FLPP, tapi masalahnya kuotanya terbatas,” ujar Maruarar.

Pembagian Porsi

Selain meningkatkan kuota, Kementerian PKP juga akan mengubah pembagian porsi pembiayaan FLPP,  menjadi 50% dari negara dan 50% dari perbankan. Selanjutnya, dilakukan
penambahan masa atau tenor kredit menjadi 30 tahun agar angsuran lebih terjangkau.

Saat ini, pembagian proporsi FLPP mencakup 75% berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 25% dari perbankan, dimana masa tenornya 20 tahun. 

Sejatinya, peningkatan kuota FLPP adalah kabar baik bagi BTN. Bahkan, BTN siap mendukung hal tersebut.

“Kami menyambut baik ada upaya menaikkan kuota KPR Subsidi dari biasanya sekitar 200.000 menjadi 800.000. Kami sedang mendiskusikannya secara teknis untuk pelaksanaannya ,” kata Nixon.

Secara matematis,  kenaikan kuota FLPP menjadi 800.000 unit akan memerlukan lebih dari Rp70 triliun, jauh lebih besar dari pendanaan FLPP saat ini, yang hampir Rp30 triliun.Jika skema pembagian proporsi diubah menjadi 50%-50% antara APBN dan perbankan, menurut Nixon, BTN memerlukan alternatif sumber pendanaan di luar dana pihak ketiga (DPK) reguler. Salah satunya adalah penerbitan obligasi dan pinjaman luar negeri, dimana nilainya bisa mencapai sekitar Rp10 triliun hingga Rp12 triliun.

“Selain menyiapkan DPK, kami ingin menerbitkan bonds (obligasi), namun usulan kami adalah supaya obligasi tersebut bisa dijamin pemerintah, sehingga akan lebih murah untuk kami dan size yang didapat bisa lebih besar. Kami juga akan mencari kanal-kanal pinjaman luar negeri dan saat ini kami sedang banyak bertemu dengan investor,” papar Nixon.