• News

DPR Soroti Isu BBM Oplosan, Begini Tanggapan Pertamina

Agus Mughni Muttaqin | Rabu, 26/02/2025 21:20 WIB
DPR Soroti Isu BBM Oplosan, Begini Tanggapan Pertamina Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Haryadi saat memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT Pertamina Patraniaga yang digelar di Ruang Rapat Komisi XII, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (Foto: Laman DPR)

JAKARTA - Komisi XII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT Pertamina Patraniaga pada Rabu (26/2). Salah satu isu yang disorot ialah terkait kasus korupsi yang menjerat Direktur Pertamina Patra Niaga yang diduga merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun.

Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Haryadi saat memimpin rapat tersebut mengatakan, isu terkait kualitas bahan bakar minyak (BBM) RON 90 (Pertalite) yang dioplos dengan RON yang lebih tinggi seperti Pertamax (RON 92) mendesak untuk dibahas.

“Intinya dari tema hari ini selain ketersediaan pasokan untuk menjelang lebaran dan bulan puasa, isu yang terkini adalah isu terkait RON oplosan. maka itu sebenarnya itu yang ingin kita diskusikan bersama dengan perusahaan-perusahaan lain apakah dimungkinkan?,” ujar Bambang dikutip dari laman resmi DPR RI.

Ia menekankan pentingnya untuk memastikan adanya kepastian skema terkait pembuatan RON, baik oleh pihak swasta maupun Pertamina. Ia menyoroti ketidakpastian yang berkembang di publik terkait isu tersebut, dan berharap agar jangan sampai isu yang beredar justru merusak kepercayaan masyarakat terhadap kualitas BBM yang dijual di SPBU.

“Kami juga ingin mengetahui bagaimana sistem verifikasi dan pengawasan terhadap kualitas RON ini, sehingga masyarakat tidak disesatkan oleh informasi yang keliru,” tambah Legislator Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu.

Ia mengungkapkan keprihatinannya atas isu yang menyebutkan bahwa RON 90 bisa disamakan dengan RON 92, yang tentunya menimbulkan pertanyaan terkait kualitas bahan bakar tersebut.

Menanggapi isu tersebut, Plt Dirut Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra memberikan klarifikasi mengenai kualitas BBM yang mereka pasarkan. Ia mengatakan, pihaknya mengimpor BBM dengan dua sumber, yakni dari kilang Pertamina dalam negeri dan dari luar negeri. 

Mars Ega melanjutkan, produk gasoline yang diterima dari kedua sumber tersebut, baik RON 90 maupun RON 92, sudah diterima dalam bentuk yang sesuai dengan spesifikasinya, tanpa adanya perubahan RON.

“Untuk Pertalite, kami menerima produk dalam bentuk RON 90, dan untuk Pertamax, produk yang diterima adalah dalam bentuk RON 92, baik dari kilang dalam negeri maupun dari impor. Kami juga menambahkan aditif pada Pertamax untuk meningkatkan kualitas dan performa produk,” katanya.

Pertamina juga menjelaskan bahwa setiap produk BBM yang diterima di terminal mereka telah melalui serangkaian pengujian kualitas, baik sebelum maupun setelah proses pengiriman. Pengujian rutin dilakukan di terminal-terminal Pertamina untuk memastikan bahwa produk yang sampai ke SPBU sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Pertamina juga menyatakan komitmennya dalam menjaga kualitas BBM yang dipasarkan di Indonesia, dan berkolaborasi dengan Kementerian Perdagangan serta Bareskrim untuk mengawasi kualitas BBM di lapangan.

Mereka juga menekankan bahwa pengujian kualitas BBM di seluruh Indonesia dilakukan secara rutin oleh Kementerian ESDM, dalam hal ini Lemigas, untuk memastikan bahwa kualitas produk yang dijual di SPBU sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.

RON 90 tersebut kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan. Informasi itu menyusul pengungkapan dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.