Saat Kaum Quraisy Terpojok Malu di Peristiwa Fathu Makkah

M. Habib Saifullah | Sabtu, 15/03/2025 17:20 WIB
Saat Kaum Quraisy Terpojok Malu di Peristiwa Fathu Makkah Ilustrasi Kabah masa lampau (Foto: Republicofcanvas)

JAKARTA - Fathu Makkah atau Pembebasan Kota Makkah merupakan salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah Islam yang terjadi pada 20 Ramadan 8 Hijriyah (630 Masehi).

Peristiwa ini menandai kembalinya Rasulullah SAW dan kaum Muslimin ke tanah suci Makkah setelah lebih dari delapan tahun hijrah ke Madinah.

Kejadian ini menjadi titik balik besar dalam penyebaran Islam karena Makkah, yang sebelumnya menjadi pusat perlawanan terhadap ajaran Islam, akhirnya berada di bawah kekuasaan Muslim tanpa pertumpahan darah yang berarti.

Sebelum terjadi Fathu Makkah, hubungan antara kaum Muslimin di Madinah dan kaum Quraisy di Makkah penuh dengan konflik.

Setelah Rasulullah SAW dan para sahabatnya hijrah ke Madinah pada 622 Masehi, kaum Quraisy beberapa kali berusaha menghalangi perkembangan Islam melalui serangkaian peperangan, termasuk Perang Badar (624 M), Perang Uhud (625 M), dan Perang Khandaq (627 M).

Pada tahun 628 M, terjadi Perjanjian Hudaibiyah, sebuah perjanjian damai antara kaum Muslimin dan Quraisy yang berisi kesepakatan untuk menghentikan peperangan selama 10 tahun.

Perjanjian ini juga mengizinkan umat Islam untuk menunaikan ibadah umrah pada tahun berikutnya. Namun, meskipun perjanjian ini memberikan ketenangan sementara, kaum Quraisy akhirnya melanggarnya, yang menjadi pemicu utama Fathu Makkah.

Pelanggaran Perjanjian Hudaibiyah oleh kaum Quraisy menjadi alasan utama pembebasan Makkah. Pelanggaran ini terjadi ketika Bani Bakr, sekutu Quraisy, menyerang Bani Khuza’ah, yang merupakan sekutu Muslim di Madinah. Dalam serangan ini, kaum Quraisy memberikan dukungan kepada Bani Bakr dengan menyediakan senjata dan bantuan.

Setelah serangan tersebut, perwakilan dari Bani Khuza’ah datang ke Madinah meminta perlindungan dan bantuan dari Rasulullah SAW.

Menyadari bahwa Quraisy telah mengkhianati perjanjian damai, Rasulullah SAW segera mengambil langkah strategis untuk membebaskan Makkah dari tangan Quraisy dan mengembalikannya sebagai pusat peribadatan Islam.

Rasulullah SAW memimpin pasukan besar yang terdiri dari 10.000 tentara Muslim menuju Makkah. Pasukan ini bergerak secara diam-diam tanpa memberitahukan rencana mereka kepada Quraisy agar tidak terjadi perlawanan yang besar.

Ketika pasukan Muslim tiba di perbatasan Makkah, Abu Sufyan pemimpin Quraisy berusaha mencari tahu rencana Rasulullah SAW. Setelah bertemu dengan Rasulullah SAW, Abu Sufyan akhirnya menyerah tanpa perlawanan dan masuk Islam.

Rasulullah SAW kemudian mengumumkan bahwa siapa saja yang berlindung di dalam rumahnya sendiri, rumah Abu Sufyan, atau di Masjidil Haram akan aman.

Pada 20 Ramadan 8 Hijriyah, pasukan Muslim memasuki Makkah dari berbagai arah dengan strategi yang telah diatur sedemikian rupa. Hampir tidak ada perlawanan yang berarti dari kaum Quraisy.

Hanya beberapa kelompok kecil yang mencoba melawan, tetapi dengan cepat dikalahkan. Rasulullah SAW dengan penuh kebijaksanaan memaafkan penduduk Makkah dan mengumumkan amnesti umum, kecuali bagi beberapa orang yang terus menentang Islam dengan keras.

Setelah berhasil membebaskan Makkah, Rasulullah langsung menuju Ka’bah dan menghancurkan 360 berhala yang selama ini disembah oleh kaum musyrikin. Saat melakukan pembersihan ini, beliau membaca ayat Al-Qur`an:

"Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap. Sungguh, kebatilan itu pasti lenyap." (QS. Al-Isra: 81)

Rasulullah kemudian menyucikan Ka’bah dan menetapkannya kembali sebagai tempat ibadah tauhid, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim AS. Setelah itu, beliau menghapus berbagai tradisi jahiliyah yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan menegaskan bahwa Makkah harus menjadi kota suci bagi umat Islam.

Keywords :


Fathu Makkah Ramadan
.
Islam