KARAWANG - Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menegaskan pentingnya diversifikasi pangan sebagai strategi utama dalam mencapai kemandirian pangan nasional. Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto menyampaikan hal tersebut dalam acara Panen Bersama Sorgum di Teluk Jambe Timur, Kabupaten Karawang, yang turut dihadiri oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, serta sejumlah pemangku kepentingan terkait pada hari Sabtu (15/3/2025).
"Kita tidak bisa terus bergantung pada beras dan terigu. Saat ini, beras berkompetisi dengan alih fungsi lahan, sementara terigu kita masih 100 persen impor. Oleh karena itu, diversifikasi pangan menjadi kunci untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan," ujar Andriko.
Menurutnya, salah satu langkah konkret yang sedang didorong adalah pengembangan sorgum sebagai alternatif pangan lokal yang potensial. Selain memiliki kandungan gizi tinggi, sorgum juga lebih adaptif terhadap perubahan iklim karena tidak membutuhkan banyak air dibandingkan padi. "Sekali tanam, sorgum dapat dipanen hingga tiga kali. Ini jelas lebih efisien dibandingkan jagung yang hanya panen sekali dalam satu siklus tanam," tambahnya.
Guna mendukung diversifikasi pangan, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Implementasi regulasi ini diwujudkan dalam berbagai upaya, termasuk penanaman sorgum dan singkong di beberapa wilayah strategis. Terkait hal ini, Presiden Prabowo Subianto menempatkan hilirisasi sebagai perhatian utama agar komoditas tersebut dapat terserap oleh pasar secara optimal.
"Sorgum bukan hanya bahan pangan, tetapi juga bisa diolah menjadi gula, tepung, hingga pakan ternak. Ini adalah pohon industri yang seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan," jelas Andriko. Namun, ia mengakui bahwa tantangan utama dalam pengembangan sorgum adalah harga tepung pangan lokal yang kurang kompetitif.
Untuk itu, Badan Pangan Nasional mendorong kebijakan yang dapat membuat harga tepung pangan lokal lebih kompetitif, baik melalui subsidi harga maupun regulasi yang mewajibkan industri besar mencampurkan minimal 30 persen tepung lokal dalam produk mereka. "Kita perlu skema insentif agar industri makanan besar seperti Indofood ikut serta dalam penguatan pangan lokal," ungkapnya.
Lebih lanjut, Badan Pangan Nasional juga mengusulkan agar beras sorgum, jagung, dan sagu masuk dalam skema Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang selama ini hanya berfokus pada beras.
"Jika beras sorgum bisa menjadi bagian dari cadangan pangan nasional, ini akan menciptakan pasar yang lebih luas bagi petani," ujar Andriko.
Di tingkat daerah, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan diversifikasi pangan. Hal ini juga disampaikan Andriko sebagai penekanan Kepala NFA Arief Prasetyo Adi yang menegaskan pentingnya membangun ekosistem yang baik dari hulu hingga hilir di mana penguatan UMKM, koperasi, dan kelompok tani harus dilakukan agar pelaku utama dan pelaku usaha dapat berkembang bersama.
"Jangan sampai yang maju hanya industrinya, sementara petani sebagai pelaku utama tertinggal. Kita harus membangun ekosistem yang sehat dari hulu ke hilir," tegasnya.
Sebagai langkah konkret, Badan Pangan Nasional berkomitmen untuk mendukung petani melalui penyediaan alat pengolahan sorgum serta kampanye dan edukasi tentang manfaat pangan lokal, yang pada akhirnya akan mengarah pada ekosistem diversifikasi pangan yang kuat
"Kami akan terus mendorong konsumsi pangan yang lebih beragam, bergizi seimbang, dan aman. Dengan begitu, kemandirian pangan dapat kita capai bersama," tutup Andriko.