JAKARTA - Fenomena mudik dan momen hari raya lebaran seakan sudah menjadi suatu kesatuan identik yang tidak dapat dipisahkan. Di momen hari raya dan libur panjang ini, masyarakat Indonesia yang melakukan kegiatan pulang ke kampung halamannya.
Istilah mudik berasal dari bahasa Melayu, yaitu udik yang berarti hulu atau ujung. Dalam konteks ini ialah masyarakat Melayu yang bermukim di hulu sungai pada masa lampau sering melakukan perjalanan ke hilir sungai menggunakan perahu.
Sementara itu, mengutip dari laman Kementerian Perhubungan, istilah mudik sendiri mulai dikenal luas pada 1970-an saat masa Orde Baru tengah melaksanakan pembangunan pusat perekonomian di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya.
Perkembangan ekonomi tersebut mendorong masyarakat saat itu melakukan urbanisasi untuk menetap dan mengadu nasib di perantauan.
Mereka yang bekerja di kota itulah kemudian kembali ke kampung halamannya. kegiatan itu yang kemudian disebut sebagai mudik. Di waktu inilah menjadi momentum terbaik bagi paa perantau untuk melepas rindu dengan keluarga dan sanak saudara di kampung halaman.
Meski begitu, fenomena mudik bukan hanya dilakukan oleh masyarakat muslim saja, tetapi sudah menjadi tradisi tahunan yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia.
Lebih lanjut, dalam tradisi mudik ini juga mengandung berbagai nilai di dalamnya, Melansir dari Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemanusiaan, inilah nilai yang terkandung dalam tradisi mudik.
1. Nilai Religius
2. Toleransi
3. Kerja Keras
4. Bersahabat dan Komunikatif
5. Peduli Sosial
6. Tanggung Jawab