JAKARTA - Setiap kali bulan Ramadan tiba, masyarakat Indonesia selalu akrab dengan istilah "takjil". Istilah ini sangat identik dengan waktu berbuka puasa.
Bahkan, banyak yang menganggap bahwa takjil berarti makanan ringan untuk membatalkan puasa. Tidak heran jika di berbagai sudut kota muncul “pasar takjil” yang menawarkan beragam menu pembuka puasa, seperti kolak, gorengan, es buah, hingga aneka kue manis.
Namun, tahukah kamu bahwa makna asli dari kata "takjil" sebenarnya berbeda dari pemahaman umum yang berkembang di masyarakat? Dalam bahasa Arab, kata "ta`jiil" (تَعْجِيل) berasal dari akar kata ‘ajjala (عَجَّلَ) yang berarti "menyegerakan" atau "mempercepat".
Seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran makna dalam penggunaan istilah "takjil", khususnya di Indonesia. Takjil kemudian lebih sering dipahami sebagai makanan ringan yang disajikan saat berbuka puasa, bukan lagi sekadar tindakan menyegerakan berbuka.
Hal ini bisa jadi dipengaruhi oleh tradisi masyarakat yang senantiasa menyediakan hidangan khas saat berbuka, sehingga kata "takjil" pun melekat pada menu-menu pembuka puasa tersebut.
Fenomena ini merupakan bentuk adaptasi bahasa dan budaya yang lumrah terjadi di berbagai wilayah Muslim. Perubahan makna suatu kata bisa dipengaruhi oleh konteks lokal, kebiasaan masyarakat, dan cara penyampaian dari generasi ke generasi.
Meski dari sisi etimologi Islam makna “takjil” tidak merujuk pada jenis makanan, pemaknaan masyarakat Indonesia tidak sepenuhnya keliru, karena tetap berhubungan dengan momen berbuka puasa.